Rabu, 30 Desember 2015

HARUN AR-RASYID MEMBNGUN UNIVERSALITAS PERADABAN ISLAM



HARUN AR-RASYID MEMBNGUN UNIVERSALITAS PERADABAN ISLAM
Makalah
DisusunGunaMemenuhiTugas
Mata Kuliah :SejarahPeradaban Islam
DosenPengampu :UbaidillahAchmad



DisusunOleh
Romdonah : (1403036073)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015



I.                   PENDAHULUAN
Daulah Abbasiyah mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid. Seorang kholifah yang taat beragama, shalih, dan dermawan. Hampir bisa disamakan dengan kholifah Umr bin Abdul Aziz dari Bani Umayyah. Jabatan kholifah tidak membuat beliau terhalang untuk turun ke jalan-jalan pada malam hari. Dengan tujuan untuk melihat keadaan rakyat yang sebenarnya beliau ingin melihat langsung apa yang sedang terjadi pada masyarakat kemudian memberikan bantuan.
Pada masa itu Baghdad menjadi kota besar dengan julukan kota 1.001 malam yang tidak ada tandingannya.Suasana  Negara yang aman dan damai membuat rakyat menjadi tentram. Bahkan pada masa Harun Ar-Rasyid sangat sulit mencari orang yang akan diberikan zakat, infak, dan sedekah. Karena tingkat kemakmuran penduduknya merata. Selain itu juga banyak pedagang dan saudagar menanamkan investasinya didaerah Bani Abbasiyah pada masa itu.
Kholifah Harun Ar-Rasyid juga banyak memberikan dukungan moral dan materi kepada para cendikiawan untuk melakukan riset dalam ilmu pengetauhan, sehingga kaum cendikiawan tidak merasa kekurangan dalam melakukan sebuah riset yang terus menerus.
Pada makalah ini akan kami jelaskan sejarah singkat atau biografi singkat Harun Ar-Rasyid serta bagaimana peranan Harun  Ar-Rasyid dalam mengupayakan membangun peradaban Islam.

II.                RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana biografi Harun Ar-Rasyid?
2.      Apa saja yang dicapai pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid dalam membangun peradaban Islam?
3.      Apa saja pilar Harun Ar-Rasyid dalam membangun sejarah peradaban Islam?
4.      Apa peran Baitul Hikmah dalam membangun sejarah peradaban Islam?




III.             PEMBAHASAN
A.    Biografi Harun Ar-Rasyid
Harun Ar-Rasyid (786-809 M) adalah khalifah kelima Daulah Abbasiyah. Ia dilahirkan pada tahun 763 M. Ayahnya bernama Al-Mahdi, khalifah ketiga Bani Abbasiyah, dan ibunya bernama Khaizuran. Masa kanak-kanaknya dilewati dengan mempelajari ilmu-ilmu agama dan ilmu pemerintahan. Guru agamanya yang terkenal pada masa itu adalah Yahya bin Khalid Al-Barmaki. Beliau termasuk salah seorang pendukung setia Jurasyiyah, Ibu dari Harun Ar-rasyid.
Ketika Harun Ar-Rasyid berusia 18 tahun, ia sudah menunjukkan rasa keberaniannya dan keterampilannya sebagai seorang prajurit. Ayahnya saat itu menjadi khalifah islam yang memungkinkan dirinya menjadi salah seorang pasukan melawan musuh-musuh Islam hingga ia memenangkan banyak pertempuran.
Ketika Harun Ar-Rasyid memasuki usia remaja, Harun Ar-rasyid banyak memipin  pertempuran melawan Kekaisaran RomawiTimur, karna selalu menjadi pemimpin dalam setiap pertempuran dan keberhasilannya beliau berhasil memperoleh gelar Jendral dengan sebutan `Al-Rasyid` (yang mengikuti jalan yang benar, atau orang yang benar). Dia juga tunjuk sebagai Gubernur Armenia, Azerbaijan, Suriah dan Tunisia, yang diberikan yahya untuknya. Kemudian Harun Ar-rasyid diangkat menjadi khalifah pada tanggal 14September ( 15 Rabi’ul Awal 170 H) tepat pada bulan kematian saudaranya `Hadi` yang meninggal secara misterius di tahun  786.
Harun Ar-Rasyid diangkat menjadi khalifah pada tahun 786 M, pada usianya yang sangat muda, yaitu 23 tahun. Jabatan khalifah itu dipegangnya setelah saudaranya yang menjabat khalifah, Musa Al-Hadi wafat. Dalam menjalankan program pemerintahan, Harun Ar-Rasyid didampingi Yahya bin Khalid dan empat putranya.
Daulah Abbasiyah mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid, seorang khalifah yang taat beragama, shalih, dermawan, hampir bisa disamakan dengan Khalifah Umar bin Abdul Azis dari Bani Umayyah. Jabatan khalifah tidak membuatnya terhalang untuk turun ke jalan-jalan pada malam hari, tujuannya untuk melihat keadaan rakyat yang sebenarnya. Ia ingin melihat apa yang terjadi dan menimpa kaum lemah dengan mata kepalanya sendiri untuk kemudian memberikan bantuan.
Pada masa itu, Baghdad mendapat sebutan kota impian 1.001 malam yang tidak ada tandingannya di dunia pada abad pertengahan. Daulah Abbasiyah pada masa itu, mempunyai wilayah kekuasaan yang luas, membentang dari Afrika Utara sampai ke Hindukush, India. Kekuatan militer yang dimilikinya juga sangat luar biasa.
Khalifah Harun Ar-Rasyid mempunyai perhatian yang sangat baik terhadap ilmuwan dan budayawan. Ia mengumpulkan mereka semua dan melibatkannya dalam setiap kebijakan yang akan diambil pemerintah. Perdana menterinya adalah seorang ulama besar di zamannya, yaitu Yahya Al-Barmaki yang juga merupakan guru Khalifah Harun Ar-Rasyid. Sehingga banyak nasihat dan anjuran kebaikan mengalir dari Yahya. Hal ini semua membentengi Khalifah Harun Ar-Rasyid dari perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari ajaran-ajaran Islam.
Harun Ar-Rasyid dikenal sebagai sosok yang adil dan sangat peduli kepada rakyatnya hal ini dibuktikan dari tindakan beliau yang selalu ingin tahu keadaan rakyatnya, terkadang ia menyamar dimalam hari dan berada di pasar atau jalanan untuk mendengarkan pembicaraan orang-orang yang lewat disekitar dan bertanya pada penduduk mengenai keadaan kepemimpinannya dengan cara ini lah ia dapat mengetahui apakah rakyatnya puas atau tidak atas kpemimpinannya.
Meskipun masa pemerintahan khalifah Harun Ar-rasyid membawa kondisi yang aman dan tidak ada pemberontakkan besar, ada juga pemberontakan lokal. Diawal pemerintahan Harun Ar-rasyid timbul masalah di Mesir, Suriah, Mesopotamia, Yaman, dan Daylam (selatan Laut Kaspia).
Ada beberapa kejadian pada masa kepemimpinan Harun Ar-rasyid yaitu: Pada tahun 795M Harun meredam pemberontakkan Syiah dan memenjarakan Musa Al-Kazim, Pada tahun 796M Harun memindahkan Istana dan pusat pemerintahan dari bagdad ke Ar-raqqah, Pada tahun 800M Harun mengangkat Ibrahim Ibnu Al-Aghlab sebagai Gubernur Tunisia, Pada tahun 802 M Harun menghadiahkan dua gajah albino ke Charlemagne sebagai hadiah diplomatik, Pada tahun 803 M Harun memecat Yahya Bin Khalid sebagai Perdana Mentri karna korupsi.
Khalifah Harun Ar-Rasyid meninggal dunia di Khurasan pada 3 atau 4 Jumadil Tsani 193 H/809 M setelah menjadi khalifah selama lebih kurang 23 tahun 6 bulan. Seperti ditulis Imam As-Suyuthi, ia meninggal saat memimpin Perang Thus, sebuah wilayah di Khurasan. Saat meninggal usianya 45 tahun, bertindak sebagai imam shalat jenazahnya adalah anaknya sendiri yang bernama Shalih..[1]
B.     Kemajuan yang Dicapai Pada Masa Pemerintahan Harun Ar-Rasyid dalam Membangun Peradaban Islam
Berangkat dari sikap Harun Ar-Rasyid yng ingin mensejahterakan rakyat, maka ia memberikan apapun untuk rakyat. Seperti keadaan aman ia berikan. Sehingga membuat para saudagar, pedagang, kaum terpelajar, maupun rakyat biasa.
Untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan Negara, Harun Ar-Rasyid memajukan ekonomi, perdagangan dan pertanian dengan system irigasi. Kemajuan sektor-sektor ini menjadikan Baghdad, ibu kota Abbas sebagai pusat perdagangan terbesar dan terkenal didunia. Pada saat itu, banyak terjadi pertukaran barang dan jul beli dari berbagai penjuru. Dengan demikian, Negara banyak memperoleh pendapatan dan keuntungan dari kegiatan perdangan tersebut.
Gedung-gedung dan tempat peribadatan serta tempat pendidikan mulai dibangun di Baghdad. Harun Ar-Rasyid membiayai pengembangan pendidikan dibidang penerjemhan dan penelitian. Dibangun juga istana megah disana yang bernama istna al-khuldi.
Bebarapa bidang yang dikembangkan oleh Harun Ar-Rasyid, sebgi berikut:
a.       Bidang pengembangan ilmu pengetahuan
Harun Ar-Rasyid memperbesar departemen studi ilmiah dan penerjemahan yang didirikan oleh kakeknya, yaitu Al Mansur. Para menteri dan anggota istana ikut serta dalam membangun ilmu pengetahuan. Sehingga membuat Baghdad menjadi pusat yang menarikorang-orang terpelajar diseluruh dunia. Salah satu perkara yang membuat Harun Ar-Rasyid begitu masyhur adalah naungannya dalam mendirikan Baitul Hikmah yang merupakan suatu institusi kebudayaan dan pemikiran yang cemerlang yang ketika itu telah merintis jalan kearah kebangkitan Eropa.
Sekalipun penerjemahan sudah mulai sejak Bani Umayyah, tetapi gerakan ilmiah lebih fenomenal kemajuannya pada masa Bani Abbasiyah, yang puncaknya zaman Harun Ar-Rasyid.[2]
b.      Bidan kesusasteraan
Yang telah menjadikan khalifah Harun Ar-Rasyid menjadi termasyhur dan terkenal ialah bukunya yang berjudul Seribu Satu Malam, yang telah menduduki tempat teratas dalm bidang kesusateraan dunia.
c.       Bidang hubungan luar Negeri
Khalifan Harun Ar-Rasyid telah membangun kerjasama dengan beberapa Negara timur dan bart. Dialah khalifah pertama yang menerima para duta besar di istananya. Seperti duta besar yang diutus kaisar Cina dan pengusaha Prancis, yaitu Charlemagne.
d.      Bidang Kesehatan
Khalifah mendirikan rumah sakit dan lembaga pendidikan dokter serta farmasi. Pada saat itu terdapat sekitar 800 dokter.[3]
Setelah Harun Ar-Rasyid meninggal dunia, daulah Abbasiyah lambat laun mengalami kemunduran akibat banyaknya gejolak politik yang muncul. Belum lama dari meninggalnya Harun Ar-Rasyid, terjadi perang saudara antara Al-Amin dengan Al-Ma’mun. Al-Amin yang merupakan saudara tiri Al-Ma’mun sudah ditunjuk oleh ayahnya, Ar-Rasyid, sebagai kholifah yang akan menggantikan. Sedangkan Al-Ma’mun sudah ditunjuk di Kurasan sebagai gubernur dan diberi kesempatan untuk mengganti saudaranya sebagai kholifah dalam kesempatan berikutnya.
                                                   
C.    Pilar Pembangunan Peradaban Islam
Seorang muslim yang merindukan pembangunan peradaban Islam, sebagaimana masa keemasannya harus mulai dimulai sejak sekarang dan di mulai dari diri sendiri yang kemudian memberikan nur (cahaya) ilmu pada umat.
Kholifah Harun Ar-Rasyid memberikan sebuah pilar-pilar dalam membangun sebuah peradaban Islam yang telah dibangun oleh tokoh-tokoh Islam dizamannya. Sebenarnya pilar peradaban Islam bertolak pada sebuah hadits rasulullah tentang Iman, Islam dan Ihsan. Ketiga pilar tersebut memunculkan bidang masing-masing, misalkan pilar “iman” melahirkan ilmu tauhid, ilmu kalam dan sebagainya berikut para ulama’nya seperti Imam Maturidy, Imam Hasan al Asy’ariy, dan sebagainya. Dari pilar “Islam” muncul ilmu figh atau syariah berikut para ulama’ fiqh seperti 4 mahdzab (Imam malik, Imam Syafi’i, Imam Hanafi, Imam Hambali). Dengan pilar inilah hukum-hukum Islam semakin jelas dalam tata cara pelaksanaannya dalam kehidupan. Dan dari pilar “Ihsan” berkembang ilmu akhlaq, atau ilmu tasawuf dengan sejumlah ulama’nya seperti Hasan al bashri, Junaid al Baghdadi, Imam Al Ghazali.[4] Oleh karena itu untuk membangun sebuah peradaban Islam yang harus dimiliki dan dilakukan oleh seorang muslim adalah tiga pilar tersebut, yaitu:
1.             Pilar Tauhid (Aqidah)
Keimanan menjadi yang utama dalam kehidupan, karenanya (iman) seseorang memiliki perbedaan antara yang satu dengan yang lain – muslim  atau non muslim, kafir atau tidak. Jika seorang muslim memiliki aqidah yang benar kepada Allah, maka Allah akan memudahkan baginya untuk mampu memahami agama dengan benar. Jika keimanan seseorang salah terhadap Allah atau menduakan Allah, maka tentunya dalam setiap amalannya akan tertolak.
Kata "‘aqidah" diambil dari kata dasar "al-‘aqdu" yaitu ar-rabth(ikatan), al-Ibraam (pengesahan), al-ihkam(penguatan), at-tawatstsuq(menjadi kokoh, kuat), asy-syaddu biquwwah(pengikatan dengan kuat), at-tamaasuk(pengokohan) dan al-itsbaatu(penetapan). Di antaranya juga mempunyai arti al-yaqiin(keyakinan) dan al-jazmu(penetapan).
Secara terminologi “aqidah” yaitu perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tenteram karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidka tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan.
Dengan kata lain, keimanan yang pasti tidak terkandung suatu keraguan apapun pada orang yang  menyakininya. Dan harus sesuai dengan kenyataannya; yang tidak menerima keraguan atau prasangka. Jika hal tersebut tidak sampai pada singkat keyakinan yang kokoh, maka tidak dinamakan aqidah. Dinamakan aqidah, karena orang itu mengikat hatinya diatas hal tersebut.
Aqidah yang benar tidak mengagungkan akal diatas segalanya, sebagaimana yang telah banyak dilakukan oleh ilmuwan Barat, seperti Socrates, Aristoteles, Plato, Dante Alighieri, dan kawan-kawannya. Ketika akal dipuja-puja maka yang terjadi adalah kebuntuhan ilmu dalam segala bidang dan matinya hati untuk mengenal Tuhannya. Dan menghilangkan eksistensi dirinya sebagai hamba dan khalifah.
Oleh karenanya aqidah kepada Allah harus diatas segalanya, sehingga Allah melindungi setiap amaliyah-amaliyah ibadah, sebagaimana Allah berfirman, "Sesungguhnya mereka itu orang-orang muda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami menambah buat mereka hudan (petunjuk).”(al-Kahfi, 18:13)
2.             Pilar Ilmu (Syariah)
Muncul sebuah pertanyaan dari  Prof. Muhammad Naquib Al Attas yang diajukan kepada murid-muridnya, “kalian ingin menjadi Harun al Rasyid (Khalifah Abbasiyah paling terkenal) atau Abu Hanifah (salah seorang ulama’ mahdzab)?, siapa yang masih bisa “abadi” hingga sekarang?, tentu Imam Abu hanifah. Meski beliau pernah dipenjara dalam masa kekhalifahan Abbasiyah, tetapi hasil ijtihadnya dalam ilmu fiqh tetap terpelihara sampai sekarang. Sementara Harun al Rasyid, ia memang pernah berjaya dalam satu fase peradaban Islam, tetapi hanya pada masanya. Hal ini menunjukkan bahwa jika peradaban berlandaskan kekuasaan akan mudah musnah dan tidak akan pernah bertahan lama, sedangkan jika peradaban yang berlandaskan pada ilmu akan bertahan lama sampai hari kiamat. Kekuasaan tentu penting, tetapi kekuasaan hanya bagian kecil dari peradaban Islam.
Karena peradaban juga dibangun berlandaskan ilmu, maka tidak setiap muslim tidak boleh meninggalkan ilmu, khususnya adalah ilmu agama yang sifatnya fardhu ‘ain dan juga ilmu-ilmu yang lain yang sifatnya fardhu kifayah. Sehingga yang sangat banyak berperan disini adalah lembaga pendidikan yang mampu mengintegrasikan kedua ilmu tersebut. Rasulullah diutus untuk urusan (ilmu) agama (umurid-din), sementara antum a’lamu liumurid-dunyakum. Jika urusan agama beres, maka urusan-urusan dunia (umurid-dunya) akan mengikutinya.
3.             Pilar Adab (Akhlaq)
Konsep adab dalam Islam disampaikan oleh Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas, pakar filsafat dan sejarah Melayu. Menurut Prof. Naquib al-Attas, adab adalah “pengenalan serta pengakuan akan hak keadaan sesuatu dan kedudukan seseorang, dalam rencana susunan berperingkat martabat dan darjat, yang merupakan suatu hakikat yang berlaku dalam tabiat semesta.” Pengenalan adalah ilmu; pengakuan adalah amal. Maka, pengenalan tanpa pengakuan seperti ilmu tanpa amal; dan pengakuan tanpa pengenalan seperti amal tanpa ilmu. ”Keduanya sia-sia karana yang satu mensifatkan keingkaran dan keangkuhan, dan yang satu lagi mensifatkan ketiadasedaran dan kejahilan.”[5]
Begitu pentingnya masalah adab ini, maka bisa dikatakan, jatuh-bangunnya umat Islam, tergantung sejauh mana mereka dapat memahami dan menerapkan konsep adab ini dalam kehidupan mereka. Manusia yang beradab terhadap orang lain akan paham bagaimana mengenali dan mengakui seseorang sesuai harkat dan martabatnya. Martabat ulama yang shalih beda dengan martabat orang fasik yang durhaka kepada Allah. Jika al-Quran menyebutkan, bahwa manusia yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling takwa (QS 49:13), maka seorang yang beradab tidak akan lebih menghormat kepada penguasa yang zalim ketimbang guru ngaji di kampung yang shalih.
Dengan demikian, adab harus dimiliki oleh muslim yang akan membangun peradaban Islam. Adab pertama kali yang harus dimiliki adalah adab kepada Allah karena ketika kita sholat, mengaji tidak menggunakan adab yang benar kepada sang Khaliq, maka sia-sialah perbuatan kita, kedua adab kepada Rasulullah sebagai pembawa risalah dan memberikan uswatun hasanah serta memberikan jalan terang pada kita untuk menikmati Islam sebagai agama rahmat lil ‘alamin. Sedangkan yang ketiga adalah adab kepada orang tua untuk selalu menjaga perasaan dan kasih sayang terhadapnya. Yang keempat, adab terhadap guru yang telah memberikan ilmu dengan segala kesabaran dan keikhlasannya. Kelima, adab terhadap sesama makhluk dan alam semesta yaitu menjaga tali silaturrahim, saling hormat menghormati, toleran, dan menjaga keberlangsungan hidup alam semesta.
Bahwa menurut Hasyim Asy’ari ”at-Tawhīdu yūjibul īmāna, faman lā īmāna lahū lā tawhīda lahū; wal-īmānu yūjibu al-syarī’ata, faman lā syarī’ata lahū, lā īmāna lahū wa lā tawhīda lahū; wa al-syarī’atu yūjibu al-adaba, faman lā ādaba lahū, lā syarī’ata lahū wa lā īmāna lahū wa lā tawhīda lahū.” (Hasyim Asy’ari, Ādabul Ālim wal-Muta’allim, Jombang: Maktabah Turats Islamiy, 1415 H). hal. 11). (Jadi, secara umum, menurut Kyai Hasyim Asy’ari, Tauhid mewajibkan wujudnya iman. Barangsiapa tidak beriman, maka dia tidak bertauhid; dan iman mewajibkan syariat, maka barangsiapa yang tidak ada syariat padanya, maka dia tidak memiliki iman dan tidak bertauhid; dan syariat mewajibkan adanya adab; maka barangsiapa yang tidak beradab maka (pada hakekatnya) tiada syariat, tiada iman, dan tiada tauhid padanya).
Ketiga pilar peradaban tersebut tidak dapat terpisahkan, terbukti jika seseorang memiliki tidak memiliki aqidah walaupun memiliki ilmu dan karakter baik maka akan terjadi kekufuran dalam dirinya dan tentunya akan menghilangkan perasaan hamba dalam dirinya yang kemudian muncul kesombongan. Namun jika seseorang memiliki aqidah kuat dan ilmu yang tajam, namun tidak memiliki adab maka akan terjadi penghancuran alam semesta dan kejahiliyahan yang akan berkuasa, sebagaimana bangsa Arab sebelum Rasulullah di utus. Sedangkan dengan Ilmu yang sedikit, walaupun akidah dan memiliki adab maka akan terjadi penyesatan terhadap umat manusia. Oleh karena itu tiga pilar peradaban tersebut perlu untuk dipegang dan dijalankan secara totalitas sehingga terwujud peradaban Islam yang baik dalam pan dangan para ulama` sufi. Sebuah peradapan akan maju kalau semua umat manusia memiliki akhlak yang baik, baik dari segi moral maupun tingkah laku.
Muhammad Naquib Al Attas menyebut peradaban dengan kata “Tamadun”, yang berasal dari kata daana (ketaatan)-diinun (agama, hukum)-dainun (hutang). Sehingga muncul kata tamadun (peradaban) yakni sebuah tempat, region, atau city yang dikelola berdasarkan (aturan-aturan) agama. Ketika din (agama) Allah yang bernama Islam telah disempurnakan dan dilaksanakan di suatu tempat, maka tempat itu diberi nama Madinah. Dari akar kata din dan Madinah ini lalu dibentuk akar kata baru madana, yang berarti membangun, mendirikan kota, memajukan, memurnikan dan memartabatkan. Kenapa Prof. Muhammad naquib Al Attas menggunakan kata “tamaddun”, karena memiliki kaitan dengan diberlakukannya aturan-aturan agama yang didalamnya. [6]
D.    Peranan Baitul Hikmah dalam Membangun Sejarah Peradaban Islam
Karna dengan adanya perkembangan ilmu pengetauhan yang begitu sangat pesat, baik ilmu pengetauhan keagamaan maupun ilmu pengetauhan non keagamaan, akhirnya Harun Ar-Rasyid membangun sebuah riset ilmu pengetauhan yang di beri nama Baitul Hikmah
Nama Baitul Hikmah diambil dari kata ha-ka-ma- yang artinya bijaksana. Dari kata ini juga keluar isitlah Hakim (orang yang bijaksana). hal itu dikarenakan dalam Islam, seorang ilmuan bukan hanya orang yang melihat alam dari luar, tetapi dia adalah orang bijak (man of wisdom) yang melihat alam dari dalam dan menyatukan antara ilmu pengetahuan yang dia dapat ke dalam pokok-pokok dasar segala sesuatu. Jadi inti dari seorang ilmuan bukanlah terpaku pada pengetahuan untuk mencari ilmu pengetahuan, tetapi realisasi dari dasar-dasar pokok itu untuk menyerap ciptaan Tuhan dan keteraturan alam yang menunjukkan kebijaksanaan Tuhan.
Pada waktu itu, Baitul Hikmah adalah bangunan yang terdiri dari berbagai ruangan. Setiap ruangan terdiri dari tempat buku (khazanah) yang diberi nama sesuai nama pendirinya seperti Khazanah Ar-Rasyid dan Khazanah Al-Makmun. Bangunan yang menyatu dengan istana khalifah itu pun memiliki berbagai divisi, ada divisi untuk menyimpan buku, menerjemah, mencetak, menulis, menjilid, dan meneliti. Singkatnya, Baitul Hikmah benar-benar menjadi tempat ilmu pengetahuan yang sangat berharga. Bahkan, dalam perjalanannya, tempat tersebut bukan hanya berupa gudang buku sebagaimana terjadi pada perpustakaan zaman sekarang, tetapi berubah menjadi universitas (al-jami’ah). Dari tempat tersebut, lahir berbagai riset dan karya ilmiah yang sangat berharga. Bahkan, tempat tersebut pun menjadi tempat observasi bintang.
Baitul Hikmah menjadi pusat pertemuan ilmu-ilmu pengetahuan dari Barat (Yunani) dan dari Timur (India, Persia dan China) yang selanjutnya dikembangkan oleh para cendekiawan Islam menjadi berbagai ilmu pengetahuan, seperti matematika, filsafat, astronomi, kedokteran, fisika bahkan juga metafisika. Di tempat ini, buku-buku dari Barat dan Timur dikaji, didiskusikan, dikritisi, diterjemakan dan dan kemudian ditulis ulang. Dari India misalnya, berhasil diterjemahkan buku-buku Kalilah dan Dimnah maupun berbagai cerita Fabel yang bersifat anonim. Berbagai dalil dan dasar matematika juga diperoleh dari terjemahan yang berasal dari India. Selain itu juga diterjemahkan buku-buku filsafat dari Yunani, terutama filsafat etika dan logika. Sedangkan karya-karya satra diambil dari Persia.
Kemajuan ilmu pengetahuan bukan hanya pada bidang ilmu eksakta saja, ilmu-ilmu Naqli seperti Tafsir, Teologi, Hadits, Fiqih, Ushul Fiqh dan sebagainya, juga mengalami perkembangan signifikan. Perkembangan ini memunculkan tokoh-tokoh besar dalam sejarah ilmu pengetahuan, seperti Al-Kindi, Al-Khwarizmi, Muhammad Jakfar bin Musa, Ahmad bin Musa, Abu Tammam, Al-Jahiz, Ibnu Malik At-Thai, Abul Faraj, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Biruni, Ibnu Misykawaih, hingga sejarawan besar Ibnu Khaldun. Mereka adalahorang-orang yang belajar di Baitul Hikmah dan mereka sangat berpengaruh besar terhadap perkembagan ilmu pengetahuan selanjutnya, bukan hanya untuk Islam tapi juga Barat dan Eropa.
Setelah meninggalnya Harun Ar-Rashid, pemeliharan Baitul Hikmah kemudian dilanjutkan oleh penerusnya, Al-Ma’mun. Perkembangan dan kemajuan yang dilakukannya tidak kalah dengan pendahulunya, di masa Al-Makmun, Baitul Hikmah terus mengalami kemajuan. Al-Makmun mengundang para ilmuwan di seluruh dunia Islam untuk berbagi ide, informasi, dan pengetahuan di perpustakaan ini. Ketertarikannya terhadap filsafat juga mendorongnya melakukan terjemah besar-besaran terhadap karya-karya dari Yunani.
Baitul Hikmah terus mengalami perkembangan baik di masa Al- Makmun maupun Al-Mu’tashim dan Al-Watsiq. Namun mengalami kemerosotan di masa Al-Mutawakkil, dan kemudian musnah pada masa Al-Musta’shim akibat serangan tentara Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan, cucu Genghis Khan, pada tahun 1258. Hal tersebut ditandai dengan kehancuran Baitul Hikmah. Bangunannya diratakan dengan tanah, dan buku-bukunya dibuang ke sungai. Konon, warna air Sungai Tigris yang melalui Bagdad, berubah menjadi merah dan hitam selama seminggu. Merah dari darah para ilmuwan dan filsuf yang terbunuh, sedangkan hitam dari tinta buku-buku berharga koleksi Baitul Hikmah yang luntur setelah dibuang ke sungai itu.
Berbagai naskah yang ada di kawasan Timur Tengah dan Afrika seperti Mesopotamia dan Mesir juga menjadi  perhatian. Banyak para ahli yang berperan dalam proses perkembangan ilmu  pengetahuan adalah kelompok mawali atau orang-orang non arab, seperti Persia. Pada masa permulaan Dinasti Abasiyah, belum terdapat pusat-pusat pendidikan formal, seperti sekolah-sekolah. Akan tetapi sejak masa pemerintahan Harun Ar Rasyid mulailah dibangun pusat-pusat pendidikan formal seperti Khizanatul Hikmah dan pada masa Al Ma’mun diubah menjadi Baitul Himah yang kelak dari lembaga ini melahirkan para sarjana dan para ahli ilmu pengetahuan yang membawa kejayaan bagi umat Islam. 
Pada masa itu banyak karya-karya Yunani yang diterjemahkan kedalam bahasa Arab. Selanjutnya model ini dikembangkan di Darul Hikmah Cairo kemudian diterima kembali oleh barat melalui Kordoba dan kota-kota lain di Andalusia. Khalifah Al Ma’mun lebih lagi melangkah, yaitu mengirim tim-tim sarjana ke berbagai pusat ilmu di dunia, untuk mencari kitab-kitab penting yang harus diterjemahkanya. Hal inilah salah satu yang menjadikan Islam mengalami kemajuan. Karena umat Islam bis mempelajari berbagai ilmu pengetahuan yang ada di penjuru dunia.
Disamping sebagai pusat penerjemahan, Baitul Hikmah juga berperan sebagai perpustakaan dan pusat pendidikan. Karena pada masa perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam, buku mempunyai nilai yang sangat tinggi. Buku merupakan sumber informasi berbagai macam ilmu pengetahuan yang ada dan telah dikembangkan oleh ahlinya. Orang dengan mudah dapat  belajar dan mengajarkan ilmu pengetahuan yang telah tertulis dalam buku.
Dengan demikian buku merupakan sarana utama dalam usaha pengembangan dan  penyebaran ilmu pengetahuan. Sehingga Baitul Hikmah selain menjadi lembaga  penerjemahan juga sebagai perpustakaan yang mengoleksi banyak buku. Pada masa ini berkembang berbagai macam ilmu pengetahuan, baik itu pengetahuan umum ataupun agama, seperti Al Qur’an, qiraat, Hadits, Fiqih, kalam, bahasa dan sastra. Disamping itu juga berkembang empat mazhab fiqih yang terkenal, diantaranya Abu Hanifah pendiri madzhab Hanafi, Imam Maliki ibn Anas pendiri madzhab Maliki, Muhammad ibn Idris Asy-Syafi’i pendiri madzhab syafi’i dan Muhammad ibn Hanbal, pendiri madzhab Hanbali. Disamping itu berkembang pula ilmu-ilmu umum seperti ilmu filsafat, logika, metafisika, matematika, alam, geometri, aritmatika, mekanika, astronomi, musik, kedokteran dan kimia. Ilmu-ilmu umum masuk kedalam Islam melalui terjemahan di Baitul Hikmah dari bahasa Yunani dan Persia ke dalam bahasa Arab.


IV.             PENUTUP

A.    Simpulan
ü  Harun Ar-Rasyid telah mengangkat popularitas Bani Abbasiyah bahkan dunia Islam untuk mencapai puncaknya melalui peningkatan kesejahteraan hidup rakyat dan pengembangan ilmu pengetahuan serta kesusasteraan bahkan hubungan kerjasama dengan luar negeri. Harun Ar-Rasyid (786-809 M) adalah khalifah kelima Daulah Abbasiyah. Ia dilahirkan pada tahun 763 M. Ayahnya bernama Al-Mahdi, Guru agamanya yang terkenal pada masa itu adalah Yahya bin Khalid Al-Barmaki Ketika Harun Ar-Rasyid berusia 18 tahun, ia sudah menunjukkan rasa keberaniannya dan keterampilannya sebagai seorang prajurit. Ketika Harun Ar-Rasyid memasuki usia remaja, Harun Ar-rasyid banyak memipin  pertempuran melawan Kekaisaran RomawiTimur, karna selalu menjadi pemimpin dalam setiap pertempuran dan keberhasilannya beliau berhasil memperoleh gelar Jendral dengan sebutan `Al-Rasyid` (yang mengikuti jalan yang benar, atau orang yang benar). Dia juga tunjuk sebagai Gubernur Armenia, Azerbaijan, Suriah dan Tunisia, yang diberikan yahya untuknya. Kemudian Harun Ar-rasyid diangkat menjadi khalifah pada tanggal 14September ( 15 Rabi’ul Awal 170 H) tepat pada bulan kematian saudaranya `Hadi` yang meninggal secara misterius di tahun  786.
ü  Bebarapa bidang yang dikembangkan oleh Harun Ar-Rasyid, sebgi berikut:
a.       Bidang pengembangan ilmu pengetahuan
b.      Bidan kesusasteraan
c.       Bidang hubungan luar Negeri
d.      Bidang Kesehatan
ü  membangun sebuah peradaban Islam yang harus dimiliki dan dilakukan oleh seorang muslim adalah tiga pilar tersebut, yaitu:
a.       Pilar Tauhid (Aqidah)
b.      Pilar Ilmu (Syariah)
c.       Pilar Adab (Akhlaq)
ü  Baitul Hikmah menjadi pusat pertemuan ilmu-ilmu pengetahuan dari Barat (Yunani) dan dari Timur (India, Persia dan China) yang selanjutnya dikembangkan oleh para cendekiawan Islam menjadi berbagai ilmu pengetahuan, seperti matematika, filsafat, astronomi, kedokteran, fisika bahkan juga metafisika. Di tempat ini, buku-buku dari Barat dan Timur dikaji, didiskusikan, dikritisi, diterjemakan dan dan kemudian ditulis ulang. Dari India misalnya, berhasil diterjemahkan buku-buku Kalilah dan Dimnah maupun berbagai cerita Fabel yang bersifat anonim. Berbagai dalil dan dasar matematika juga diperoleh dari terjemahan yang berasal dari India. Selain itu juga diterjemahkan buku-buku filsafat dari Yunani, terutama filsafat etika dan logika. Sedangkan karya-karya satra diambil dari Persia.Baitul Hikmah terus mengalami perkembangan baik di masa Al- Makmun maupun Al-Mu’tashim dan Al-Watsiq. Namun mengalami kemerosotan di masa Al-Mutawakkil, dan kemudian musnah pada masa Al-Musta’shim akibat serangan tentara Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan

B.     Kata Penutup
Demikian makalah Sejarah Peradaban Islam yang berisi tentang Harun Ar-Rasyid membangun universalitas peradaban islam yang dapat penulis sampaikan. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan guna memperbaiki makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Khususnya pembaca. Amin.







[2] Imam Fu’adi, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta: Teras, 2011)  hal.130-131
[3] Yusufamrullah23.blogspot.in/2014/makalah-harun-ar-rasyid.html?m=1 Diakses tanggal 27 Mei 2015
[4] http:/jurnal pemikiran dan peradapan. Blogspot.com ilmu dan bangunan peradapan islam. Html. Diakses pada tanggal 14 Juni 2015

[5] Naquib al-Attas, Risalah untuk Kaum Muslimin, (ISTAC, 2001).
[6] Ugi Suharto, Peradaban Islam itu di Bangun di Atas Landasan Ilmu, (Majalah al Haromain edisi 86).hal 10-11.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar