Jumat, 31 Maret 2017

makalah Mendalami sosok Ibnu Sina



I.                   PENDAHULUAN
      Dalam sejarah pemikiran filsafat abad pertengahan, sosok Ibnu Sina dalam banyak hal dibicarakan oleh banyak orang, sedang diantara para filosof muslim ia tidak hanya unik, tapi juga memperoleh penghargaan yang semakin tinggi hingga masa modern. Ia adalah satu-satunya filosof besar Islam yang telah berhasil membangun sistem filsafat yang lengkap dan terperinci, suatu sistem yang telah mendominasi tradisi filsafat muslim beberapa abad.
      Pengaruh ini terwujud bukan hanya karena ia memiliki sistem, tetapi karena sistem yang ia miliki itu menampakkan keasliannya yang menunjukkan jenis jiwa yang jenius dalam menemukan metode-metode dan alasan-alasan yang diperlukan untuk merumuskan kembali pemikiran rasional murni dan tradisi intelektual Hellenisme yang ia warisi dan lebih jauh lagi dalam sistem keagamaan Islam.
      Ide-ide cemerlang gagasan Ibnu Sina memberikan kontribusi cukup baik bagi semua kalangan ilmuan, baik dari ilmuan Muslim maupun non Muslim. Kepopuleran Ibnu Sina sudah tidak diragukan lagi, terkhusus dari penemuan Ibnu Sina di bidang kedokteran, hal tersebut dapat dilihat dari karyanya yang sangat popular yaitu kitab Qanun fi al-Thib serta banyak memberikan kontribusi dalam bidang ilmu kedokteran.


II.                RUMUSAN MASALAH

1.      Bagaimana riwayat hidup Ibnu Sina?
2.      Apa saja karya Ibn Sina?
3.      Bagaimana konsep pendidikan menurut Ibnu Sina?







III.             PEMBAHASAN
A.    Riwayat Hidup Ibnu Sina
            Nama lengkapnya adalah Abu ‘Ali Al-Husayn ibn abdullah. Penyebutan nama ini telah menimbulkan perbedan pendapat dikalangan para ahli sejarah. Dalam sejarah pemikiran Islam Ibnu Sina sebagai intelektual muslim yang banyak mendapat gelar. Ia lahir pada 370 H bertepatan dengan tahun 980 Masehi di Afshana, Suatu daerah yang terletak didekat Bukhara, dikawasan Asia Tengah. Ayahnya bernama Abdullah seorang sarjana terhormat Ismaili, berasal dari Balk, Khurasan, dan pada saat kelahiran putranya dia adalah gubernur disalah satu pemukiman Nuh Ibn Mansur, sekarang wilayah Afganistan (dan juga Persia).[1]
Sejarah mencatat sejumlah guru yang pernah mendidik Ibn Sina diantaranya:
1.      Mahmud al-massah (Matematika)
2.      Abi Muhammad Isma'il ibn Husyaini (ahli fiqh)
3.      Abi Abdillah an-Natili (ahli mantiq dan falsafah)[2]
            Sebagai ilmuwan, Ibnu Sina telah berhasil menyusun buku sebanyak 276 buah. Bukunya yang terkenal antara lain asy-Syifa berupa ensiklopedia tentang fisika, matematika dan logika serta al-Qanun at-Tibb yang merupakan ensiklopedia tentang kedokteran.[3]
            Karya-karyanya hingga sekarang menjadi objek penelitian yang aktual.[4] Ibnu Sina menguasai banyak bidang ilmu. Ia adalah seorang filosof muslim ternama dengan penguasaan yang mumpuni terhadap filsafat Aristoteles dan Neo-Platonis. Ia belajar matematika kepada Al-Khawarizmi, dan belajar kedokteran kepada Isa Ibnu Yahya. Dua bidang ilmu ini melejitkan namanya sejak usia sangat belia, yaitu 17 tahun.[5]
B.     Karya-karya Ibn Sina
            Diantara karya-karyanya adalah :
a.       Dalam bidang filsafat : Al-Syifa’, Al-Najah, Al-Isyarat, Al-Hikmah al-arudiah, Hikmah al-alai, Al-Hidayah fi al-hikmah, Al-Ta’liqat fi al-hikmah al-falsafiah, U’yun al-hikmah dan al-ansaf,
b.      Dalam bidang psikologi : Al-Munazarat fi al-nafs, Al-Fusul fi al-nafs,
c.       Dalam bidang akhlak : Risalah fi al-akhlak,
d.      Dalam bidang tasawuf : Risalah al-tair, Risalah fi al-qadr, Kitab al’isyq, al-maudi, Hikmah al-maut, Al-hikmah al-syarkiah, Hayy ibn yaqzan,
e.       Dalam bidang kedokteran : Al-Qanun fi al-tibb,
f.       Dalam bidang lain : Al-Syabakah wa al-tair, Maqolat fi ghard I phitaghoras, Maqolah’ilm al-hikmah, Maqolah fi al-nihayah wa al-nihayah dan maqolah fi anna ab’ad al-jism ghair zatiyah.[6]
Ibnu Sina wafat pada tahun 1037M di Hammadan, Iran, karena penyakit maag kronis. Ia wafat ketika ia sedang mengajar disebuah sekolah saat itu dia sedang sakit parah tetapi tetap saja bersi keras untuk mengajar anak-anak. Saat akan dibawa ke Rumah Sakit, dia sudah kehilangan nyawa.[7]
C.    Konsep Pendidikan Menurut Ibnu Sina
1.      Tujuan Pendidikan
      Menurut Ibnu Sina, tujuan pendidikan harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang kearah perkembangannya yang sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual, dan budi pekerti. Selain itu, tujuan pendidikan menurut Ibnu Sina harus diarahkan pada upaya mempersiapkan seseorang agar dapat hidup dimasyarakat secara bersama-sam dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat, kesiapan, kecenderungan, dan potensi yang dimiliknya.[8]
      Khusus pendidikan jasmani, Ibnu Sina mengatakan hendaknya tujuan pendidikan tidak melupakan pembinaan fisik dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya, seperti olahraga, makan, minum, tidur, dan menjaga kebersihan. Ibnu Sina berpendapat bahwa tujuan pendidikan untuk mencapai kebahagiaan. Melalui pendidikan jasmani-olahraga, seorang anak diarahkan agar terbina pertumbuhan fisiknya dan cerdas otaknya. Sedangkan dengan pendidikan budi pekerti, diharapkan seorang anak dapat mempertajam perasaannya dan meningkat daya khayalnya.[9]
      Ibn Sina juga mengemukakan tujuan pendidikan yang bersifat keterampilan yang ditunjukkan pada pendidikan bidang perkayuan, penyablonan, dan sebagainya. Dari situ akan muncul tenaga-tenaga pekerja yang professional.Selain itu juga, ujuan pendidikan yang dikemukakan Ibn Sina tersebut tampak didasarkan pada pandangan tentang Insan Kamil (manusia yang sempurna), yaitu manusia yang terbina seluruh potensi dirinya secara optimal dan menyeluruh, juga harus mampu menolong manusia agar bisa melaksanakan fungsinya sebagai khalifah di masyarakat.[10]
2.      Kurikulum
      Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan dalam suatu sistem pendidikan. Oleh karena itu, kurikulum merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengajaran pada semua jenis tingkat pendidikan.[11]
      Konsep Ibn Sina tentang kurikulum didasarkan pada tingkat perkembangan usia anak didik. Untuk usia anak 3-5 tahun, misalnya menurut Ibn Sina perlu diberikan mata pelajaran olahraga, budi pekerti, kebersihan, seni suara, dan kesenian. Selanjutnya, kurikulum untuk usia 6-14 tahun menurut Ibn Sina adalah mencakup pelajaran membaca dan menghafal Al-Qur’an, pelajaran agama, pelajaran syair dan pelajaran olahraga. Kemudian, menyangkut kurikulum untuk usia 14 tahun keatas, menurut Ibn Sina, mata pelajaran tersebut perlu dipilih sesuai dengan bakat dan minat si anak.
      Strategi penyusunan kurikulum yang ditawarkan Ibn Sina juga didasarkan pada pemikiran yang bersifat pragmatis fungsional, yakni dengan melihat segi kegunaan dari ilmu dan keterampilan yang dipelajari dengan tuntutan masyarakat atau berorientasi pasar.[12]
      Strategi pembentukan kurikulum Ibn Sina tampak sangat dipengaruhi oleh pengalaman yang terdapat pada dirinya. Ia mencoba menuangkan pengalaman pribadinya dalam mempelajari berbagai macam ilmu dan keterampilan dalam konsep kurikulumnya.[13]
Jadi konsep kurikulum Ibn Sina ada 3 ciri, yaitu  :
  1. Kurikulum tidak terbatas pada menyusun jumlah mata pelajaran, melainkan tujuan, kapan mata pelajaran diajarkan, aspek psikologis, dan keahlian yang akan dipilihnya. Sehingga siswa merasa senang mempelajari suatu ilmu.
  2. Strategi penyusunan yang bersifat pragmatis fungsional (marketting Oriented). Sehingga setiap lulusan pendidikan dapat difungsikan dalam masyarakat.
  3. Strategi pembentukan kurikulum sebagaimana yang dilakukan dalam mempelajari berbagai ilmu dan keterampilan.
Dari ketiga ciri kurikulum tersebut telah memenuhi persyaratan penyusunan kurikulum yang dikehendaki oleh masyarakat modern.[14]

3.      Metode Pengajaran
      Konsep metode yang ditawarkan Ibn Sina antara lain terlihat pada setiap materi pelajaran. Dalam setiap pembahasan materi pelajaran Ibn Sina selalu memperbincangkan tentang cara mengajarkan kepada anak didik. Ibn Sina berpendapat bahwa suatu materi pelajaran tertentu tidak akan dapat dijelaskan kepada bermacam-macam anak didik dengan cara yang sama.[15]
Metode pengajaran yang ditawarkan Ibn Sina antara lain :
a.        Metode talqin, digunakan untuk mengajarkan membaca Al-Qur’an kepada anak didik sebagian demi sebagian. Setelah itu anak didik disuruh mengulangi bacaan tersebut perlahan-lahan dan dilakukan berulang-ulang hingga hafal
b.      Demonstrasi, digunakan dalam cara mengajar menulis
c.       Pembiasaan dan teladan, merupakan salah satu metode paling efektif, khususnya mengajarkan akhlak.
d.      Diskusi magang, diskusi dapat dilakukan dengan cara penyajian pelajaran dimana siswa dihadapkan pada sebuah masalah, magang, Ibn Sina contohnya murid yang mempelajari ilmu kedokteran, dianjurkan agar menggabungkan teori dan praktik.
e.       Penugasan, cara penyajian bahan pelajaran dimana guru memberikan tugas kepada siswa, agar siswa melakukan pembelajaran diuar kelas.[16]
4.      Konsep Guru
      Konsep guru yang baik ditawarkan Ibn Sina antara lain berkisar antara lain tentang guru yang baik. Bahwa guru yang baik adalah guru yang berakal cerdas, beragama, mengetahui cara mendidik akhlak, cakap dalam mendidik anak, berpenampilan tenang, jauh dari berolok-olok dan main-main diadapan muridnya, tidak bermuka masam, sopan santun, teliti, sabar, adil, hemat dalam penggunaan waktu, gemar bergaul dengan anak didiknya.[17]
      Tugas seorang guru dalam mendidik tidaklah mudah. Sebab, pada hakikatnya tugas pendidik yang utama adalah membentuk perkembangan anak dan membiasakan kebiasaan yang baik dan sifat-sifat yang baik menjadi faktor utama guna mencapai kebahagiaan anak. Orang yang ditiru hendaklah menjadi pemimpin yang baik, contoh yang bagus dan berakhlak hingga tidak meninggalkan kesan buruk pada jiwa anaka yang menirunya.[18]
5.      Konsep Hukuman dalam Pengajaran
      Ibn Sina pada dasarnya tidak berkenan menggunakan hukuman dalam kegiatan pengajaran. Hal ini didasarkan pada sikapnya yang sangat menghargai martabat manusia. Namun, dalam keadaan terpaksa, hukuman dapat dilakukan dengan cara yang amat hati-hati. Ibn Sina menyadari bahwa manusia memiliki naluri yang selalu ingindisayang, tidak suka diperlakukan kasar, dan lebih suka diperlakukan halus. Atas dasar pandangan kemanusiaan inilah, Ibn Sina sangat membatasi pelaksanaan hukuman. Penggunaan-penggunaan bantuan tangan adalah pembantu paling diandalkan dan merupakan sei bagi seorang pendidik. Dengan ada kontrol secara terus-menerus, mendidik anak dapat diawasi dan diarahkan sesuai dengan tujuan pendidikan.[19]
      Ibn Sina membolehkan pelaksanaan hukuman dengan cara yang ekstra hati-hati, dan hal itu hanya boleh dilakukan dalam keadaan terpaksa dan tidak normal. Sedangkan dalam keadaan normal, hukuman tidak boleh lakukan. Sikap humanistik ini sangat sejalan dengan alam demokrasi yang menuntut keadilan, kemanusiaan, keederajatan dan sebagainya.[20]
      Menurut Ibn Sina ilmu terbagi menjadi dua, yaitu ilmu yang kekal (hikmah) dan ilmu yang tidak kekal. Ilmu yang kekal dipandang dari peranannya sebagai alat disebut dengan logika. Berdasarkan tujuan, ilmu itu menurutnya dibagi menjadiilmu praktis dan ilmu teoritis. Ilmu teoritis seperti ilmu alam, matematika, ilmu kebutuhan dan sejenisnyasedangkan ilmu praktis seperti ilmu akhlak, ilmu pngurusan rumah tangga, ilmu pengurusan kota, ilmu syari’ah dan sebagainya. [21]

IV.             PENUTUP

A.    Kesimpulan
·         Nama lengka Ibn Sina adalah Abu ‘Ali Al-Husayn ibn abdullah. Penyebutan nama ini telah menimbulkan perbedan pendapat dikalangan para ahli sejarah. Dalam sejarah pemikiran Islam Ibnu Sina sebagai intelektual muslim yang banyak mendapat gelar.
·         Diantara karya-karyanya adalah : Dalam bidang filsafat, dalam bidang psikologi, dalam bidang akhlak, dalam bidang tasawuf, dalam bidang kedokteran.
·         Menurut Ibnu Sina, tujuan pendidikan harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang kearah perkembangannya yang sempurna
·         Konsep Ibn Sina tentang kurikulum didasarkan pada tingkat perkembangan usia anak didik.
·         Metode pengajaran yang ditawarkan Ibn Sina antara lain : Metode talqin, demonstrasi, pembiasaan dan teladan, diskusi magang, penugasan.
·         Konsep guru yang baik ditawarkan Ibn Sina antara lain berkisar antara lain tentang guru yang baik. Bahwa guru yang baik adalah guru yang berakal cerdas, beragama, mengetahui cara mendidik akhlak, cakap dalam mendidik anak, berpenampilan tenang, jauh dari berolok-olok dan main-main diadapan muridnya, tidak bermuka masam, sopan santun, teliti, sabar, adil, hemat dalam penggunaan waktu, gemar bergaul dengan anak didiknya.
·         Ibn Sina membolehkan pelaksanaan hukuman dengan cara yang ekstra hati-hati, dan hal itu hanya boleh dilakukan dalam keadaan terpaksa dan tidak normal




B.     Kata Penutup
Demikian makalah Filsafat Pendidikan Islam yang berisi tentang Pemikiran Ibn Sina dalam pendidikan yang dapat penulis sampaikan. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan guna memperbaiki makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Khususnya pembaca. Amin


[1] Syamsul Kurniawan, Erwin Mahrus. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam. (Jogjakarta:AR_RUZZ MEDIA, 2011) hal.75
[3] Ahmad Syar’i. Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta:Pustaka Firdaus, 2005). Hal 1
[4] Hamzah Ya’qub. Filsafat Agama. (Jakarta:Pedoman Ilmu Jaya) hal.41
[7] Maftukhin. Filsafat Islam. (Teras) hal.107
[8] Maftukhin. Filsafat Islam. (Teras) hal.108
[10] Ahmad Syar’i. Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta:Pustaka Firdaus, 2005). Hal
[11] Syamsul Kurniawan, Erwin Mahrus. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam. (Jogjakarta:AR_RUZZ MEDIA, 2011) hal. 78-79
[12] Syamsul Kurniawan, Erwin Mahrus. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam. (Jogjakarta:AR_RUZZ MEDIA, 2011) hal.81
[13] Syamsul Kurniawan, Erwin Mahrus. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam. (Jogjakarta:AR_RUZZ MEDIA, 2011) hal.81
[15] Syamsul Kurniawan, Erwin Mahrus. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam. (Jogjakarta:AR_RUZZ MEDIA, 2011) hal.82
[16] Ahmad Syar’i. Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta:Pustaka Firdaus, 2005).
[17] Syamsul Kurniawan, Erwin Mahrus. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam. (Jogjakarta:AR_RUZZ MEDIA, 2011) hal.84
[18] Syamsul Kurniawan, Erwin Mahrus. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam. (Jogjakarta:AR_RUZZ MEDIA, 2011) hal.85
[19] Syamsul Kurniawan, Erwin Mahrus. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam. (Jogjakarta:AR_RUZZ MEDIA, 2011) hal 85
[20] Syamsul Kurniawan, Erwin Mahrus. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam. (Jogjakarta:AR_RUZZ MEDIA, 2011) hal.86
[21] Ahmad Syar’i. Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta:Pustaka Firdaus, 2005) hal. 96