HARUN
AR-RASYID MEMBNGUN UNIVERSALITAS PERADABAN ISLAM
Makalah
DisusunGunaMemenuhiTugas
Mata Kuliah :SejarahPeradaban
Islam
DosenPengampu :UbaidillahAchmad
![](file:///C:\DOCUME~1\CAMPUS~1\LOCALS~1\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image002.gif)
DisusunOleh
Romdonah : (1403036073)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015
I.
PENDAHULUAN
Daulah
Abbasiyah mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid.
Seorang kholifah yang taat beragama, shalih, dan dermawan. Hampir bisa
disamakan dengan kholifah Umr bin Abdul Aziz dari Bani Umayyah. Jabatan
kholifah tidak membuat beliau terhalang untuk turun ke jalan-jalan pada malam
hari. Dengan tujuan untuk melihat keadaan rakyat yang sebenarnya beliau ingin
melihat langsung apa yang sedang terjadi pada masyarakat kemudian memberikan
bantuan.
Pada masa itu
Baghdad menjadi kota besar dengan julukan kota 1.001 malam yang tidak ada
tandingannya.Suasana Negara yang aman
dan damai membuat rakyat menjadi tentram. Bahkan pada masa Harun Ar-Rasyid
sangat sulit mencari orang yang akan diberikan zakat, infak, dan sedekah.
Karena tingkat kemakmuran penduduknya merata. Selain itu juga banyak pedagang
dan saudagar menanamkan investasinya didaerah Bani Abbasiyah pada masa itu.
Kholifah Harun Ar-Rasyid juga banyak memberikan dukungan moral dan
materi kepada para cendikiawan untuk melakukan riset dalam ilmu pengetauhan,
sehingga kaum cendikiawan tidak merasa kekurangan dalam melakukan sebuah riset
yang terus menerus.
Pada makalah ini akan kami jelaskan sejarah singkat atau biografi
singkat Harun Ar-Rasyid serta bagaimana peranan Harun Ar-Rasyid dalam mengupayakan membangun
peradaban Islam.
II.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana
biografi Harun Ar-Rasyid?
2.
Apa saja yang
dicapai pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid dalam membangun peradaban Islam?
3.
Apa saja pilar
Harun Ar-Rasyid dalam membangun sejarah peradaban Islam?
4.
Apa peran
Baitul Hikmah dalam membangun sejarah peradaban Islam?
III.
PEMBAHASAN
A.
Biografi Harun
Ar-Rasyid
Harun Ar-Rasyid (786-809 M) adalah
khalifah kelima Daulah Abbasiyah. Ia dilahirkan pada tahun 763 M. Ayahnya
bernama Al-Mahdi, khalifah ketiga Bani Abbasiyah, dan ibunya bernama Khaizuran.
Masa kanak-kanaknya dilewati dengan mempelajari ilmu-ilmu agama dan ilmu
pemerintahan. Guru agamanya yang terkenal pada masa itu adalah Yahya bin Khalid
Al-Barmaki. Beliau termasuk salah seorang pendukung setia
Jurasyiyah, Ibu dari Harun Ar-rasyid.
Ketika Harun Ar-Rasyid berusia 18 tahun, ia sudah
menunjukkan rasa keberaniannya dan keterampilannya sebagai seorang prajurit.
Ayahnya saat itu menjadi khalifah islam yang memungkinkan dirinya menjadi salah
seorang pasukan melawan musuh-musuh Islam hingga ia memenangkan banyak
pertempuran.
Ketika Harun Ar-Rasyid memasuki usia remaja, Harun
Ar-rasyid banyak memipin pertempuran melawan Kekaisaran RomawiTimur,
karna selalu menjadi pemimpin dalam setiap pertempuran dan keberhasilannya
beliau berhasil memperoleh gelar Jendral dengan sebutan `Al-Rasyid` (yang
mengikuti jalan yang benar, atau orang yang benar). Dia juga tunjuk sebagai
Gubernur Armenia, Azerbaijan, Suriah dan Tunisia, yang diberikan yahya untuknya.
Kemudian Harun Ar-rasyid diangkat menjadi khalifah pada tanggal 14September (
15 Rabi’ul Awal 170 H) tepat pada bulan kematian saudaranya `Hadi` yang
meninggal secara misterius di tahun 786.
Harun Ar-Rasyid diangkat menjadi khalifah pada tahun 786 M, pada
usianya yang sangat muda, yaitu 23 tahun. Jabatan khalifah itu dipegangnya
setelah saudaranya yang menjabat khalifah, Musa Al-Hadi wafat. Dalam
menjalankan program pemerintahan, Harun Ar-Rasyid didampingi Yahya bin Khalid
dan empat putranya.
Daulah Abbasiyah mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan
Harun Ar-Rasyid, seorang khalifah yang taat beragama, shalih, dermawan, hampir
bisa disamakan dengan Khalifah Umar bin Abdul Azis dari Bani Umayyah. Jabatan
khalifah tidak membuatnya terhalang untuk turun ke jalan-jalan pada malam hari,
tujuannya untuk melihat keadaan rakyat yang sebenarnya. Ia ingin melihat apa
yang terjadi dan menimpa kaum lemah dengan mata kepalanya sendiri untuk
kemudian memberikan bantuan.
Pada masa itu, Baghdad mendapat sebutan kota impian 1.001 malam
yang tidak ada tandingannya di dunia pada abad pertengahan. Daulah Abbasiyah
pada masa itu, mempunyai wilayah kekuasaan yang luas, membentang dari Afrika
Utara sampai ke Hindukush, India. Kekuatan militer yang dimilikinya juga sangat
luar biasa.
Khalifah Harun Ar-Rasyid mempunyai perhatian yang sangat baik
terhadap ilmuwan dan budayawan. Ia mengumpulkan mereka semua dan melibatkannya
dalam setiap kebijakan yang akan diambil pemerintah. Perdana menterinya adalah
seorang ulama besar di zamannya, yaitu Yahya Al-Barmaki yang juga merupakan
guru Khalifah Harun Ar-Rasyid. Sehingga banyak nasihat dan anjuran kebaikan
mengalir dari Yahya. Hal ini semua membentengi Khalifah Harun Ar-Rasyid dari
perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari ajaran-ajaran Islam.
Harun Ar-Rasyid dikenal sebagai sosok yang adil dan sangat peduli
kepada rakyatnya hal ini dibuktikan dari tindakan beliau yang selalu ingin tahu
keadaan rakyatnya, terkadang ia menyamar dimalam hari dan berada di pasar atau
jalanan untuk mendengarkan pembicaraan orang-orang yang lewat disekitar dan
bertanya pada penduduk mengenai keadaan kepemimpinannya dengan cara ini lah ia
dapat mengetahui apakah rakyatnya puas atau tidak atas kpemimpinannya.
Meskipun masa pemerintahan khalifah Harun Ar-rasyid
membawa kondisi yang aman dan tidak ada pemberontakkan besar, ada juga
pemberontakan lokal. Diawal pemerintahan Harun Ar-rasyid timbul masalah di
Mesir, Suriah, Mesopotamia, Yaman, dan Daylam (selatan Laut Kaspia).
Ada beberapa kejadian pada masa kepemimpinan Harun
Ar-rasyid yaitu: Pada tahun 795M Harun meredam pemberontakkan Syiah dan
memenjarakan Musa Al-Kazim, Pada tahun 796M Harun memindahkan Istana dan pusat
pemerintahan dari bagdad ke Ar-raqqah, Pada tahun 800M Harun mengangkat Ibrahim
Ibnu Al-Aghlab sebagai Gubernur Tunisia, Pada tahun 802 M Harun menghadiahkan
dua gajah albino ke Charlemagne sebagai hadiah diplomatik, Pada tahun 803 M
Harun memecat Yahya Bin Khalid sebagai Perdana Mentri karna korupsi.
Khalifah Harun Ar-Rasyid meninggal
dunia di Khurasan pada 3 atau 4 Jumadil Tsani 193 H/809 M setelah menjadi
khalifah selama lebih kurang 23 tahun 6 bulan. Seperti ditulis Imam As-Suyuthi,
ia meninggal saat memimpin Perang Thus, sebuah wilayah di Khurasan. Saat
meninggal usianya 45 tahun, bertindak sebagai imam shalat jenazahnya adalah
anaknya sendiri yang bernama Shalih..[1]
B.
Kemajuan yang
Dicapai Pada Masa Pemerintahan Harun Ar-Rasyid dalam Membangun Peradaban Islam
Berangkat dari
sikap Harun Ar-Rasyid yng ingin mensejahterakan rakyat, maka ia memberikan
apapun untuk rakyat. Seperti keadaan aman ia berikan. Sehingga membuat para
saudagar, pedagang, kaum terpelajar, maupun rakyat biasa.
Untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat dan Negara, Harun Ar-Rasyid memajukan
ekonomi, perdagangan dan pertanian dengan system irigasi. Kemajuan
sektor-sektor ini menjadikan Baghdad, ibu kota Abbas sebagai pusat perdagangan
terbesar dan terkenal didunia. Pada saat itu, banyak terjadi pertukaran barang
dan jul beli dari berbagai penjuru. Dengan demikian, Negara banyak memperoleh
pendapatan dan keuntungan dari kegiatan perdangan tersebut.
Gedung-gedung
dan tempat peribadatan serta tempat pendidikan mulai dibangun di Baghdad. Harun
Ar-Rasyid membiayai pengembangan pendidikan dibidang penerjemhan dan
penelitian. Dibangun juga istana megah disana yang bernama istna al-khuldi.
Bebarapa bidang
yang dikembangkan oleh Harun Ar-Rasyid, sebgi berikut:
a.
Bidang
pengembangan ilmu pengetahuan
Harun Ar-Rasyid
memperbesar departemen studi ilmiah dan penerjemahan yang didirikan oleh kakeknya,
yaitu Al Mansur. Para menteri dan anggota istana ikut serta dalam membangun
ilmu pengetahuan. Sehingga membuat Baghdad menjadi pusat yang
menarikorang-orang terpelajar diseluruh dunia. Salah satu perkara yang membuat
Harun Ar-Rasyid begitu masyhur adalah naungannya dalam mendirikan Baitul Hikmah
yang merupakan suatu institusi kebudayaan dan pemikiran yang cemerlang yang
ketika itu telah merintis jalan kearah kebangkitan Eropa.
Sekalipun
penerjemahan sudah mulai sejak Bani Umayyah, tetapi gerakan ilmiah lebih
fenomenal kemajuannya pada masa Bani Abbasiyah, yang puncaknya zaman Harun
Ar-Rasyid.[2]
b.
Bidan
kesusasteraan
Yang telah
menjadikan khalifah Harun Ar-Rasyid menjadi termasyhur dan terkenal ialah
bukunya yang berjudul Seribu Satu Malam, yang telah menduduki tempat teratas
dalm bidang kesusateraan dunia.
c.
Bidang hubungan
luar Negeri
Khalifan Harun
Ar-Rasyid telah membangun kerjasama dengan beberapa Negara timur dan bart.
Dialah khalifah pertama yang menerima para duta besar di istananya. Seperti
duta besar yang diutus kaisar Cina dan pengusaha Prancis, yaitu Charlemagne.
d.
Bidang
Kesehatan
Khalifah
mendirikan rumah sakit dan lembaga pendidikan dokter serta farmasi. Pada saat
itu terdapat sekitar 800 dokter.[3]
Setelah Harun
Ar-Rasyid meninggal dunia, daulah Abbasiyah lambat laun mengalami kemunduran
akibat banyaknya gejolak politik yang muncul. Belum lama dari meninggalnya
Harun Ar-Rasyid, terjadi perang saudara antara Al-Amin dengan Al-Ma’mun.
Al-Amin yang merupakan saudara tiri Al-Ma’mun sudah ditunjuk oleh ayahnya,
Ar-Rasyid, sebagai kholifah yang akan menggantikan. Sedangkan Al-Ma’mun sudah
ditunjuk di Kurasan sebagai gubernur dan diberi kesempatan untuk mengganti
saudaranya sebagai kholifah dalam kesempatan berikutnya.
C.
Pilar Pembangunan
Peradaban Islam
Seorang muslim yang
merindukan pembangunan peradaban Islam, sebagaimana masa keemasannya harus
mulai dimulai sejak sekarang dan di mulai dari diri sendiri yang kemudian
memberikan nur (cahaya) ilmu pada umat.
Kholifah Harun Ar-Rasyid
memberikan sebuah pilar-pilar dalam membangun sebuah peradaban Islam yang telah
dibangun oleh tokoh-tokoh Islam dizamannya. Sebenarnya pilar peradaban Islam
bertolak pada sebuah hadits rasulullah tentang Iman, Islam dan Ihsan. Ketiga
pilar tersebut memunculkan bidang masing-masing, misalkan pilar “iman”
melahirkan ilmu tauhid, ilmu kalam dan sebagainya berikut para ulama’nya
seperti Imam Maturidy, Imam Hasan al Asy’ariy, dan sebagainya. Dari pilar
“Islam” muncul ilmu figh atau syariah berikut para ulama’ fiqh seperti 4 mahdzab
(Imam malik, Imam Syafi’i, Imam Hanafi, Imam Hambali). Dengan pilar inilah
hukum-hukum Islam semakin jelas dalam tata cara pelaksanaannya dalam kehidupan.
Dan dari pilar “Ihsan” berkembang ilmu akhlaq, atau ilmu tasawuf dengan
sejumlah ulama’nya seperti Hasan al bashri, Junaid al Baghdadi, Imam Al
Ghazali.[4]
Oleh karena itu untuk membangun sebuah peradaban Islam yang harus dimiliki dan
dilakukan oleh seorang muslim adalah tiga pilar tersebut, yaitu:
1.
Pilar Tauhid (Aqidah)
Keimanan menjadi yang utama
dalam kehidupan, karenanya (iman) seseorang memiliki perbedaan antara yang satu
dengan yang lain – muslim atau non
muslim, kafir atau tidak. Jika seorang muslim memiliki aqidah yang benar kepada
Allah, maka Allah akan memudahkan baginya untuk mampu memahami agama dengan
benar. Jika keimanan seseorang salah terhadap Allah atau menduakan Allah, maka
tentunya dalam setiap amalannya akan tertolak.
Kata "‘aqidah" diambil dari kata dasar
"al-‘aqdu" yaitu ar-rabth(ikatan), al-Ibraam (pengesahan),
al-ihkam(penguatan), at-tawatstsuq(menjadi kokoh, kuat), asy-syaddu
biquwwah(pengikatan dengan kuat), at-tamaasuk(pengokohan) dan al-itsbaatu(penetapan).
Di antaranya juga mempunyai arti al-yaqiin(keyakinan) dan al-jazmu(penetapan).
Secara terminologi “aqidah” yaitu perkara yang wajib dibenarkan oleh hati
dan jiwa menjadi tenteram karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang
teguh dan kokoh, yang tidka tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan.
Dengan kata lain, keimanan yang pasti tidak terkandung suatu keraguan
apapun pada orang yang menyakininya. Dan harus sesuai dengan
kenyataannya; yang tidak menerima keraguan atau prasangka. Jika hal tersebut
tidak sampai pada singkat keyakinan yang kokoh, maka tidak dinamakan aqidah.
Dinamakan aqidah, karena orang itu mengikat hatinya diatas hal tersebut.
Aqidah yang benar tidak mengagungkan akal diatas segalanya, sebagaimana
yang telah banyak dilakukan oleh ilmuwan Barat, seperti Socrates, Aristoteles,
Plato, Dante Alighieri, dan kawan-kawannya. Ketika akal dipuja-puja maka yang
terjadi adalah kebuntuhan ilmu dalam segala bidang dan matinya hati untuk
mengenal Tuhannya. Dan menghilangkan eksistensi dirinya sebagai hamba dan
khalifah.
Oleh karenanya aqidah kepada Allah harus diatas segalanya, sehingga Allah
melindungi setiap amaliyah-amaliyah ibadah, sebagaimana Allah berfirman,
"Sesungguhnya mereka itu orang-orang muda yang beriman kepada Tuhan
mereka, dan Kami menambah buat mereka hudan (petunjuk).”(al-Kahfi, 18:13)
2.
Pilar Ilmu (Syariah)
Muncul sebuah pertanyaan dari Prof. Muhammad Naquib Al Attas yang diajukan kepada murid-muridnya, “kalian
ingin menjadi Harun al Rasyid (Khalifah Abbasiyah paling terkenal) atau Abu
Hanifah (salah seorang ulama’ mahdzab)?, siapa yang masih bisa “abadi” hingga
sekarang?, tentu Imam Abu hanifah. Meski beliau pernah dipenjara dalam masa
kekhalifahan Abbasiyah, tetapi hasil ijtihadnya dalam ilmu fiqh tetap
terpelihara sampai sekarang. Sementara Harun al Rasyid, ia memang pernah
berjaya dalam satu fase peradaban Islam, tetapi hanya pada masanya. Hal ini
menunjukkan bahwa jika peradaban berlandaskan kekuasaan akan mudah musnah dan tidak akan pernah bertahan lama,
sedangkan jika peradaban yang berlandaskan pada ilmu akan bertahan lama sampai hari kiamat. Kekuasaan tentu
penting, tetapi kekuasaan hanya bagian kecil dari peradaban Islam.
Karena peradaban juga dibangun berlandaskan ilmu, maka
tidak setiap muslim tidak boleh meninggalkan ilmu, khususnya adalah ilmu agama
yang sifatnya fardhu ‘ain dan juga
ilmu-ilmu yang lain yang sifatnya fardhu
kifayah. Sehingga yang sangat banyak berperan disini adalah lembaga
pendidikan yang mampu mengintegrasikan kedua ilmu tersebut. Rasulullah diutus
untuk urusan (ilmu) agama (umurid-din), sementara antum a’lamu liumurid-dunyakum. Jika
urusan agama beres, maka urusan-urusan dunia (umurid-dunya) akan mengikutinya.
3.
Pilar Adab (Akhlaq)
Konsep adab dalam Islam disampaikan oleh Prof. Syed Muhammad Naquib
al-Attas, pakar filsafat dan sejarah Melayu. Menurut Prof. Naquib al-Attas,
adab adalah “pengenalan serta pengakuan akan hak keadaan sesuatu dan kedudukan
seseorang, dalam rencana susunan berperingkat martabat dan darjat, yang
merupakan suatu hakikat yang berlaku dalam tabiat semesta.” Pengenalan adalah
ilmu; pengakuan adalah amal. Maka, pengenalan tanpa pengakuan seperti ilmu
tanpa amal; dan pengakuan tanpa pengenalan seperti amal tanpa ilmu. ”Keduanya
sia-sia karana yang satu mensifatkan keingkaran dan keangkuhan, dan yang satu
lagi mensifatkan ketiadasedaran dan kejahilan.”[5]
Begitu pentingnya masalah adab ini, maka bisa dikatakan, jatuh-bangunnya
umat Islam, tergantung sejauh mana mereka dapat memahami dan menerapkan konsep
adab ini dalam kehidupan mereka. Manusia yang beradab terhadap orang lain akan
paham bagaimana mengenali dan mengakui seseorang sesuai harkat dan martabatnya.
Martabat ulama yang shalih beda dengan martabat orang fasik yang durhaka kepada
Allah. Jika al-Quran menyebutkan, bahwa manusia yang paling mulia di sisi Allah
adalah yang paling takwa (QS 49:13), maka seorang yang beradab tidak akan lebih
menghormat kepada penguasa yang zalim ketimbang guru ngaji di kampung yang
shalih.
Dengan demikian, adab harus dimiliki oleh muslim yang akan membangun
peradaban Islam. Adab pertama kali
yang harus dimiliki adalah adab kepada Allah karena ketika kita sholat, mengaji
tidak menggunakan adab yang benar kepada sang Khaliq, maka sia-sialah perbuatan
kita, kedua adab kepada Rasulullah
sebagai pembawa risalah dan memberikan uswatun
hasanah serta memberikan jalan terang pada kita untuk menikmati Islam
sebagai agama rahmat lil ‘alamin.
Sedangkan yang ketiga adalah adab
kepada orang tua untuk selalu menjaga perasaan dan kasih sayang terhadapnya.
Yang keempat, adab terhadap guru yang
telah memberikan ilmu dengan segala kesabaran dan keikhlasannya. Kelima, adab terhadap sesama makhluk dan
alam semesta yaitu menjaga tali silaturrahim, saling hormat menghormati,
toleran, dan menjaga keberlangsungan hidup alam semesta.
Bahwa menurut Hasyim Asy’ari ”at-Tawhīdu
yūjibul īmāna, faman lā īmāna lahū lā tawhīda lahū; wal-īmānu yūjibu
al-syarī’ata, faman lā syarī’ata lahū, lā īmāna lahū wa lā tawhīda lahū; wa
al-syarī’atu yūjibu al-adaba, faman lā ādaba lahū, lā syarī’ata lahū wa lā
īmāna lahū wa lā tawhīda lahū.” (Hasyim Asy’ari, Ādabul Ālim
wal-Muta’allim, Jombang: Maktabah Turats Islamiy, 1415 H). hal. 11). (Jadi,
secara umum, menurut Kyai Hasyim Asy’ari, Tauhid mewajibkan wujudnya iman.
Barangsiapa tidak beriman, maka dia tidak bertauhid; dan iman mewajibkan
syariat, maka barangsiapa yang tidak ada syariat padanya, maka dia tidak
memiliki iman dan tidak bertauhid; dan syariat mewajibkan adanya adab; maka
barangsiapa yang tidak beradab maka (pada hakekatnya) tiada syariat, tiada
iman, dan tiada tauhid padanya).
Ketiga pilar peradaban tersebut tidak dapat
terpisahkan, terbukti jika seseorang memiliki tidak memiliki aqidah walaupun
memiliki ilmu dan karakter baik maka akan terjadi kekufuran dalam dirinya dan
tentunya akan menghilangkan perasaan hamba dalam dirinya yang kemudian muncul
kesombongan. Namun jika seseorang memiliki aqidah kuat dan ilmu yang tajam,
namun tidak memiliki adab maka akan terjadi penghancuran alam semesta dan
kejahiliyahan yang akan berkuasa, sebagaimana bangsa Arab sebelum Rasulullah di
utus. Sedangkan dengan Ilmu yang sedikit, walaupun akidah dan memiliki adab
maka akan terjadi penyesatan terhadap umat manusia. Oleh karena itu tiga pilar
peradaban tersebut perlu untuk dipegang dan dijalankan secara totalitas
sehingga terwujud peradaban Islam yang baik dalam pan dangan para ulama` sufi.
Sebuah peradapan akan maju kalau semua umat manusia memiliki akhlak yang baik,
baik dari segi moral maupun tingkah laku.
Muhammad Naquib Al Attas menyebut peradaban dengan
kata “Tamadun”, yang berasal dari kata daana (ketaatan)-diinun
(agama, hukum)-dainun (hutang). Sehingga muncul kata tamadun (peradaban)
yakni sebuah tempat, region, atau city yang dikelola berdasarkan
(aturan-aturan) agama. Ketika din (agama) Allah yang bernama Islam telah
disempurnakan dan dilaksanakan di suatu tempat, maka tempat itu diberi nama Madinah.
Dari akar kata din dan Madinah ini lalu dibentuk akar kata baru madana, yang
berarti membangun, mendirikan kota, memajukan, memurnikan dan memartabatkan.
Kenapa Prof. Muhammad naquib Al Attas menggunakan kata “tamaddun”, karena memiliki kaitan dengan diberlakukannya
aturan-aturan agama yang didalamnya. [6]
D. Peranan Baitul Hikmah dalam Membangun Sejarah Peradaban Islam
Karna dengan adanya perkembangan ilmu pengetauhan yang begitu
sangat pesat, baik ilmu pengetauhan keagamaan maupun ilmu pengetauhan non
keagamaan, akhirnya Harun Ar-Rasyid membangun sebuah riset ilmu pengetauhan
yang di beri nama Baitul Hikmah
Nama Baitul Hikmah
diambil dari kata ha-ka-ma- yang artinya bijaksana. Dari kata ini juga
keluar isitlah Hakim (orang yang bijaksana). hal itu dikarenakan dalam Islam,
seorang ilmuan bukan hanya orang yang melihat alam dari luar, tetapi dia adalah
orang bijak (man of wisdom) yang melihat alam dari dalam dan menyatukan
antara ilmu pengetahuan yang dia dapat ke dalam pokok-pokok dasar segala
sesuatu. Jadi inti dari seorang ilmuan bukanlah terpaku pada pengetahuan untuk
mencari ilmu pengetahuan, tetapi realisasi dari dasar-dasar pokok itu untuk
menyerap ciptaan Tuhan dan keteraturan alam yang menunjukkan kebijaksanaan
Tuhan.
Pada waktu itu, Baitul
Hikmah adalah bangunan yang terdiri dari berbagai ruangan. Setiap ruangan
terdiri dari tempat buku (khazanah) yang diberi nama sesuai nama
pendirinya seperti Khazanah Ar-Rasyid dan Khazanah Al-Makmun.
Bangunan yang menyatu dengan istana khalifah itu pun memiliki berbagai divisi,
ada divisi untuk menyimpan buku, menerjemah, mencetak, menulis, menjilid, dan
meneliti. Singkatnya, Baitul Hikmah benar-benar menjadi tempat ilmu pengetahuan
yang sangat berharga. Bahkan, dalam perjalanannya, tempat tersebut bukan hanya
berupa gudang buku sebagaimana terjadi pada perpustakaan zaman sekarang, tetapi
berubah menjadi universitas (al-jami’ah). Dari tempat tersebut, lahir
berbagai riset dan karya ilmiah yang sangat berharga. Bahkan, tempat tersebut
pun menjadi tempat observasi bintang.
Baitul Hikmah menjadi
pusat pertemuan ilmu-ilmu pengetahuan dari Barat (Yunani) dan dari Timur
(India, Persia dan China) yang selanjutnya dikembangkan oleh para cendekiawan
Islam menjadi berbagai ilmu pengetahuan, seperti matematika, filsafat,
astronomi, kedokteran, fisika bahkan juga metafisika. Di tempat ini, buku-buku
dari Barat dan Timur dikaji, didiskusikan, dikritisi, diterjemakan dan dan kemudian
ditulis ulang. Dari India misalnya, berhasil diterjemahkan buku-buku Kalilah
dan Dimnah maupun berbagai cerita Fabel yang bersifat anonim. Berbagai dalil
dan dasar matematika juga diperoleh dari terjemahan yang berasal dari India.
Selain itu juga diterjemahkan buku-buku filsafat dari Yunani, terutama filsafat
etika dan logika. Sedangkan karya-karya satra diambil dari Persia.
Kemajuan ilmu
pengetahuan bukan hanya pada bidang ilmu eksakta saja, ilmu-ilmu Naqli seperti
Tafsir, Teologi, Hadits, Fiqih, Ushul Fiqh dan sebagainya, juga mengalami
perkembangan signifikan. Perkembangan ini memunculkan tokoh-tokoh besar dalam
sejarah ilmu pengetahuan, seperti Al-Kindi, Al-Khwarizmi, Muhammad Jakfar bin
Musa, Ahmad bin Musa, Abu Tammam, Al-Jahiz, Ibnu Malik At-Thai, Abul Faraj,
Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Biruni, Ibnu Misykawaih, hingga sejarawan besar Ibnu
Khaldun. Mereka adalahorang-orang yang belajar di Baitul Hikmah dan mereka
sangat berpengaruh besar terhadap perkembagan ilmu pengetahuan selanjutnya,
bukan hanya untuk Islam tapi juga Barat dan Eropa.
Setelah meninggalnya
Harun Ar-Rashid, pemeliharan Baitul Hikmah kemudian dilanjutkan oleh
penerusnya, Al-Ma’mun. Perkembangan dan kemajuan yang dilakukannya tidak kalah
dengan pendahulunya, di masa Al-Makmun, Baitul Hikmah terus mengalami kemajuan.
Al-Makmun mengundang para ilmuwan di seluruh dunia Islam untuk berbagi ide,
informasi, dan pengetahuan di perpustakaan ini. Ketertarikannya terhadap
filsafat juga mendorongnya melakukan terjemah besar-besaran terhadap karya-karya
dari Yunani.
Baitul Hikmah terus mengalami perkembangan baik di masa Al- Makmun maupun
Al-Mu’tashim dan Al-Watsiq. Namun mengalami kemerosotan di masa Al-Mutawakkil,
dan kemudian musnah pada masa Al-Musta’shim akibat serangan tentara Mongol yang
dipimpin oleh Hulagu Khan, cucu Genghis Khan, pada tahun 1258. Hal tersebut
ditandai dengan kehancuran Baitul Hikmah. Bangunannya diratakan dengan tanah,
dan buku-bukunya dibuang ke sungai. Konon, warna air Sungai Tigris yang melalui
Bagdad, berubah menjadi merah dan hitam selama seminggu. Merah dari darah para
ilmuwan dan filsuf yang terbunuh, sedangkan hitam dari tinta buku-buku berharga
koleksi Baitul Hikmah yang luntur setelah dibuang ke sungai itu.
Berbagai naskah yang ada di kawasan Timur Tengah dan Afrika seperti
Mesopotamia dan Mesir juga menjadi perhatian. Banyak para ahli yang
berperan dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan adalah kelompok
mawali atau orang-orang non arab, seperti Persia. Pada masa permulaan Dinasti
Abasiyah, belum terdapat pusat-pusat pendidikan formal, seperti
sekolah-sekolah. Akan tetapi sejak masa pemerintahan Harun Ar Rasyid mulailah
dibangun pusat-pusat pendidikan formal seperti Khizanatul Hikmah dan pada masa
Al Ma’mun diubah menjadi Baitul Himah yang kelak dari lembaga ini melahirkan
para sarjana dan para ahli ilmu pengetahuan yang membawa kejayaan bagi umat
Islam.
Pada masa itu banyak karya-karya Yunani yang
diterjemahkan kedalam bahasa Arab. Selanjutnya model ini dikembangkan di Darul
Hikmah Cairo kemudian diterima kembali oleh barat melalui Kordoba dan kota-kota
lain di Andalusia. Khalifah Al Ma’mun lebih lagi melangkah, yaitu mengirim
tim-tim sarjana ke berbagai pusat ilmu di dunia, untuk mencari kitab-kitab
penting yang harus diterjemahkanya. Hal inilah salah satu yang menjadikan Islam
mengalami kemajuan. Karena umat Islam bis mempelajari berbagai ilmu pengetahuan
yang ada di penjuru dunia.
Disamping sebagai pusat penerjemahan, Baitul Hikmah
juga berperan sebagai perpustakaan dan pusat pendidikan. Karena pada masa perkembangan
ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam, buku mempunyai nilai yang sangat tinggi.
Buku merupakan sumber informasi berbagai macam ilmu pengetahuan yang ada dan
telah dikembangkan oleh ahlinya. Orang dengan mudah dapat belajar dan
mengajarkan ilmu pengetahuan yang telah tertulis dalam buku.
Dengan demikian buku merupakan sarana utama dalam
usaha pengembangan dan penyebaran ilmu pengetahuan. Sehingga Baitul
Hikmah selain menjadi lembaga penerjemahan juga sebagai perpustakaan yang
mengoleksi banyak buku. Pada masa ini berkembang berbagai macam ilmu
pengetahuan, baik itu pengetahuan umum ataupun agama, seperti Al Qur’an,
qiraat, Hadits, Fiqih, kalam, bahasa dan sastra. Disamping itu juga berkembang
empat mazhab fiqih yang terkenal, diantaranya Abu Hanifah pendiri madzhab
Hanafi, Imam Maliki ibn Anas pendiri madzhab Maliki, Muhammad ibn Idris
Asy-Syafi’i pendiri madzhab syafi’i dan Muhammad ibn Hanbal, pendiri madzhab
Hanbali. Disamping itu berkembang pula ilmu-ilmu umum seperti ilmu filsafat,
logika, metafisika, matematika, alam, geometri, aritmatika, mekanika,
astronomi, musik, kedokteran dan kimia. Ilmu-ilmu umum masuk kedalam Islam
melalui terjemahan di Baitul Hikmah dari bahasa Yunani dan Persia ke dalam
bahasa Arab.
IV.
PENUTUP
A.
Simpulan
ü Harun Ar-Rasyid telah mengangkat popularitas Bani Abbasiyah bahkan
dunia Islam untuk mencapai puncaknya melalui peningkatan kesejahteraan hidup
rakyat dan pengembangan ilmu pengetahuan serta kesusasteraan bahkan hubungan
kerjasama dengan luar negeri. Harun Ar-Rasyid (786-809 M) adalah khalifah
kelima Daulah Abbasiyah. Ia dilahirkan pada tahun 763 M. Ayahnya bernama
Al-Mahdi, Guru agamanya yang terkenal pada masa itu adalah Yahya bin Khalid
Al-Barmaki Ketika Harun Ar-Rasyid berusia 18 tahun, ia sudah
menunjukkan rasa keberaniannya dan keterampilannya sebagai seorang prajurit. Ketika
Harun Ar-Rasyid memasuki usia remaja, Harun Ar-rasyid banyak memipin
pertempuran melawan Kekaisaran RomawiTimur, karna selalu menjadi
pemimpin dalam setiap pertempuran dan keberhasilannya beliau berhasil
memperoleh gelar Jendral dengan sebutan `Al-Rasyid` (yang mengikuti jalan yang
benar, atau orang yang benar). Dia juga tunjuk sebagai Gubernur Armenia,
Azerbaijan, Suriah dan Tunisia, yang diberikan yahya untuknya. Kemudian Harun
Ar-rasyid diangkat menjadi khalifah pada tanggal 14September ( 15 Rabi’ul Awal
170 H) tepat pada bulan kematian saudaranya `Hadi` yang meninggal secara
misterius di tahun 786.
ü Bebarapa bidang yang dikembangkan oleh Harun Ar-Rasyid, sebgi
berikut:
a.
Bidang pengembangan
ilmu pengetahuan
b.
Bidan
kesusasteraan
c.
Bidang hubungan
luar Negeri
d.
Bidang
Kesehatan
ü membangun sebuah peradaban Islam yang harus
dimiliki dan dilakukan oleh seorang muslim adalah tiga pilar tersebut, yaitu:
a.
Pilar Tauhid (Aqidah)
b.
Pilar Ilmu (Syariah)
c.
Pilar Adab (Akhlaq)
ü
Baitul Hikmah menjadi
pusat pertemuan ilmu-ilmu pengetahuan dari Barat (Yunani) dan dari Timur
(India, Persia dan China) yang selanjutnya dikembangkan oleh para cendekiawan
Islam menjadi berbagai ilmu pengetahuan, seperti matematika, filsafat,
astronomi, kedokteran, fisika bahkan juga metafisika. Di tempat ini, buku-buku
dari Barat dan Timur dikaji, didiskusikan, dikritisi, diterjemakan dan dan
kemudian ditulis ulang. Dari India misalnya, berhasil diterjemahkan buku-buku
Kalilah dan Dimnah maupun berbagai cerita Fabel yang bersifat anonim. Berbagai
dalil dan dasar matematika juga diperoleh dari terjemahan yang berasal dari
India. Selain itu juga diterjemahkan buku-buku filsafat dari Yunani, terutama
filsafat etika dan logika. Sedangkan karya-karya satra diambil dari
Persia.Baitul Hikmah terus mengalami perkembangan baik di masa Al- Makmun
maupun Al-Mu’tashim dan Al-Watsiq. Namun mengalami kemerosotan di masa
Al-Mutawakkil, dan kemudian musnah pada masa Al-Musta’shim akibat serangan tentara
Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan
B.
Kata Penutup
Demikian
makalah Sejarah Peradaban Islam yang berisi tentang Harun Ar-Rasyid membangun
universalitas peradaban islam yang dapat penulis sampaikan. Penulis menyadari
bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan guna
memperbaiki makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Khususnya pembaca. Amin.
[1]http://www.academia.edu/4823938/Perkembangan_Ilmu_Pengetahuan_dalam_Peradaban_Islam Diakses pada
tanggal 24 Mei 2015
[2] Imam Fu’adi, Sejarah
Peradaban Islam, (Yogyakarta: Teras, 2011) hal.130-131
[3] Yusufamrullah23.blogspot.in/2014/makalah-harun-ar-rasyid.html?m=1
Diakses tanggal 27 Mei 2015
[4]
http:/jurnal
pemikiran dan peradapan. Blogspot.com ilmu dan bangunan peradapan islam. Html.
Diakses pada tanggal 14 Juni 2015
[6] Ugi Suharto, Peradaban Islam itu di Bangun di Atas
Landasan Ilmu, (Majalah al Haromain edisi 86).hal 10-11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar