MODEL-MODEL EVALUASI PROGRAM
Makalah
Disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah: Evaluasi Pembelajaran
Dosen Pengampu: Drs.
H. Shodiq Abdullah, M. Ag.
![](file:///C:\Users\USER\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image002.png)
Disusun Oleh:
Romdonah : 1403036073
Fiki
Maulana : 1403036095
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2016
I.
PENDAHULUAN
Evaluasi
program adalah suatu unit atau kesatuan kegiatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi yang merealisasi atau mengimplementasi dari suatu
kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan, dan terjadi dalam
suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang guna pengambilan keputusan.
Evaluasi program bertujuan untuk mengetahui pencapaian tujuan program yang
telah dilaksanakan. Selanjutnya, hasil evaluasi program digunakan sebagai dasar
untuk melaksanakan kegiatan tindak lanjut atau untuk melakukan pengambilan
keputusan berikutnya. Evaluasi sama artinya dengan kegiatan supervisi.
Kegiatan evaluasi/supervisi dimaksudkan untuk mengambil keputusan atau
melakukan tindak lanjut dari program yang telah dilaksanakan. Manfaat dari
evaluasi program dapat berupa penghentian program, merevisi program,
melanjutkan program, dan menyebarluaskan program
Dalam
evaluasi program, pelaksana (evaluator) ingin mengetahui seberapa tinggi mutu
atau kondisi sesuatu hal sebagai hasil pelaksanaan program setelah data
terkumpul dibandingkan dengan kriteria atau standar tertentu. Dalam evaluasi
program, pelaksana (evaluator) ingin mengatahui tingkat ketercapaian program,
dan apabila tujuan belum tercapai pelaksana (evaluator) ingin mengetahui letak
kekurangan dan sebabnya. Hasilnya digunakan untuk menentukan tindak lanjut atau
keputusan yang akan diambil. Dalam kegiatan evaluasi program, indikator
merupakan petunjuk untuk mengetahui keberhasilan atau ketidakberhasilan suatu
kegiatan.
Evaluator
program harus orang-orang yang memiliki kompetensi, di antaranya mampu
melaksanakan, cermat, objektif, sabar dan tekun, serta hati-hati dan
bertanggung jawab. Evaluator dapat berasal dari kalangan internal (evaluator
dan pelaksana program) dan kalangan eksternal (orang di luar pelaksana program
tetapi orang yang terkait dengan kebijakan dan implementasi program). Model
evaluasi merupakan suatu desain yang dibuat oleh para ahli atau pakar evaluasi.
Dalam melakukan evaluasi, perlu dipertimbangkan model evaluasi yang akan
dibuat. Biasanya model evaluasi ini dibuat berdasarkan kepentingan seseorang,
lembaga atau instansi yang ingin mengetahui apakah program yang telah
dilaksanakan dapat mencapai hasil yang diharapkan.
II.
RUMUSAN
MASALAH
a.
Apa pengertian model evaluasi program?
b.
Apa saja model-model evaluasi program?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Evaluasi Model Program
Evaluasi
berasal dari kata evaluation (bahasa
Inggris). Kata tersebut diserap kedalam pembendaharaan istilah bahasa Indonesia
dengan tujuan mempertahankan kata asliya dengan sedikit penyesuaian lafal
Indonesia menjadi “evaluasi”.
Menurut Suchman dan
Worthen serta Sandhes evaluasi adalah kegiatan mencari sesuatu yang berharga
tentang sesuatu; dalam mencari sesuatu tersebut, juga termasuk mencari
informasi yang bermanfaat dalam menilai keberadaan suatu program, produksi,
prosedur, serta alternatif strategi yang diajukan untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan.
Menurut Stufflebeam
evaluasi adalah proses penggambaran, pencarian, dan pemberian informasi yang
sangat bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif
keputusan.
Dari
beberapa pendapat da[at disimpulkan bahwa evaluasi adalah kegiatan untuk
mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi
tersebut digunakan untuk menentukan alternatif
yang tepat dalam pengambilan keputusan.
Sedangkan pengertian
untuk istilah “program”, yaitu pengertian secara secara umum, program dapat
diartikan sebagai “rencana”.
Setelah dijabarkan
tentang pengertian evaluasi dan program dapat disimpulkan bahwa evaluasi
program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil
keputusan.[1]
Model
evaluasi merupakan desain atau rancangan evaluasi yang dikembangkan ahli
evaluasi ataupun evaluator dalam melaksanakan suatu program. Dalam ilmu
evaluasi program pendidikan ada banyak model yang bisa digunakan unuk
mengevaluasi suatu program. Meskipun antara satu dengan lainnya berbeda, namun
maksudnya sama yaitu melakukan kegiatan pengumpulan data atau informasi yang
berkenaan dengan objek yang dievaluasi, yang tujuannya untuk menyediakan bahan
bagi pengambil keputusan dalam menentukan tindak lanjut suatu program.[2]
B.
Model-model
Evaluasi Program
1.
Evaluasi Model Kickpatrick
Model
evaluasi yang dikembangkan oleh Kickpatrick telah mengalami beberapa
penyempurnaan, terakhir diperbarui pada 1998 dalam bukunya Kickpatrick yang
disebut dengan”Evaluating Training Programs : The four Levels”. Kickpatrick
four levels evaluation model sekarang menjadi rujukan dan standar bagi berbagai
perusahaan besar dalam program training bagi pengembang sumberdaya manusia
seperti Kemper National Insurance Compaines, Motorola Corporation, Intel
Corporation, Midwest Electric, InArthur Andersen and Company dan sebagainya
model evaluasi yang dikembangkan oleh Kickpatrick dikenal dengan Evaluating
Training Programs: The Four Levels atau Kickpatrick evaluation model. Evaluasi
terhadap program training mencakup empat level evaluasi yaitu: reaction,
learning, behavior, result.
a.
Evaluasi Reaksi
Evaluasi
terhadap reaksi peserta training berarti mengukur kepuasan peserta. Program
training dianggap efektif apabila proses training dirasa menyenangkan dan
memuaskan bagi peserta training sehingga mereka tertarik dan termotivasi untuk
belajar dan berlatih. Dengan kata lain pesrta training akan termotivasi apabila
proses training berjalan secara memuaskan bagi peserta training yang pada akhirnya akan memunculkan reaksi
dari peserta yang menyenangkan. Sebaliknya apabila peserta tidak merasa puas
terhadap proses training yang diikutinya maka mereka tidak akan termotivasi
untuk mengikuti training lebih lanjut. Menurut Center Partner dalam artikelnya
yang berjudul Implementing the Kickpatrick Evaluation Model Plus mengatakan “
Bahwa keberhasilan training tidak terlepas dari minat, perhatian, dan motivasi
peserta training dalam mengikuti jalannya kegiatan training. Orang akan belajar
lebih baik manakala mereka memberi reaksi positif terhadap lingkungan belajar.
Kepuasan
peserta training dapat dikaji dari beberapa aspek, yaitu materi yang diberikan,
fasilitas yang tersedia, strategi penyampaian materi yang digunakan oleh
instruktur, media pembelajaran yang tersedia, jadwal kegiatan sampai menu dan
penyajian konsumsi yang disediakan. Mengukur reaksi dapat dilakukan dengan
reaction sheet dalam bentuk angket sehingga lebih mudah dan lebih efektif.
Dalam
menyusun instrumen untuk mengukur reaksi tranee Kickpatrick (1998:26)
menyampaikan prinsip “The ideal form provide the maximum amount of information
and requires the minimum amount of time”. Dengan demikian instrumen yang
disusun diharapkan mampu mengungkap informasi sebanyak mungkin, tetapi dalam
pengisian instrumen tersebut diharapkan membutuhkan waktu yang sedikit mungkin.
Sedangkan mengenai jumlah item dalam instrumen Center Partners merekomendasikan
“ Include no more than 15-25 question, designed to obtain both qualitative abd
quantitative data”. Dengan jumlah 25 pertanyaan maupun pernyataan kiranya cukup
untuk mengungkap informasi yang dibutuhkan terkait dengan reaksi trainee dengan
waktu pengisian yang tidak terlalu lama. Karena evaluasi pada level 1 ini
difokuskan pada reaksi peserta yang terjadi pada saat kegiatan training
dilakukan, maka evaluasi pada level ini dapat disebut sebagai evaluasi terhadap
proses training.[3]
b.
Learning Evaluation
Menurut
Kickpatrick learning can be defined as the extend to wich participant change
attitudes, improving knowledge, and or increase skill as a result of attending
the program. Belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan sikap, perbaikan
pengetahuan, dan atau kenaikan ketrampilan peserta setelah selesai mengikuti
program. Peserta training dikatakan telah belajar apabila pada dirinya telah
mengalami perubahan sikap, peningkatan pengetahuan, maupun peningkatan
ketrampilan. Oleh karena itu, untuk mengukur efektivitas program training maka
ketiga aspek tersebut perlu untuk diukur. Mengukur hasil belajar lebih sulit
dan memakan waktu dibandingkan dengan mengukur reaksi.
c.
Behavior Evaluation
Evaluasi
perilaku ini berbeda dengan evaluasi terhadap sikap. Penilaian tingkah laku
difokuskan pada perubahan tingkah laku setelah peserta kembali ke tempat kerja.
Evaluasi perilaku dapat dilakukan dengan membandingkan perilaku sebelum dan
setelah mengikuti training maupun dengan mengadakan survei dan atau interview
dengan pelatih, atasan maupun bawahan peserta training setelah kembali ke
tempat kerja.
d.
Result Evaluation
Evaluasi
hasil level ke-4 ini difokuskan pada hasil akhir yang terjadi karena peserta
telah mengikuti program. Termasuk dalam hasil akhir dari suatu program training
diantaranya adalah kenaikan produksi, peningkatan kualitas, penurunan biaya,
penurunan kuantitas terjadinya kecelakaan kerja, penurunan turnover dan
kenaikan keuntungan. Evaluasi hasil akhir ini dapat dilakukan dengan
membandigkan kelompok kontrol kelompok peserta training, mengukur kinerja
sebelum dan setelah melakukan training, dll.[4]
2.
Model Evaluasi Stufflebeam
Model
evaluasi ini merupakan model yang paling banyak dikenal dan diterapkan oleh
para evaluator. Konsep evaluasi model CIPP pertama kali ditawarkan oleh
Stufflebeam pada 1965 sebagai hasil usahanya mengevaluasi ESEA ( the Elementary
and Secondary Education Act). Konsep tersebut ditawarkan dengan pandangan bahwa
tujuan penting evaluasi adalah bukan membuktikan, tetapi untuk memperbaiki.
Stufflebeam membagi
evaluasi ini menjadi empat:
a.
Contect evaluation. Kontek evaluasi ini
membantu merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh
program, dan merumuskan tujuan program.[5]
Evaluasi kontek dilakukan untuk menjawa pertanyaan.
b.
Input evaluation. Evaluasi ini menolong
mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang
diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan, bagaimana prosedur
kerja untuk mecapainya.
c.
Process evaluation. Evaluasi proses
digunakan untuk tiga tujuan yaitu: mendeteksi atau memprediksi rancangan
prosedur atau rancangan impelemntasu selama tahap implementasi, menyediakan
informasi untuk keputusan program dan sebagai rekaman atau rsip prosedur yang
telah terjadi.
d.
Product Evaluation. Dari hasil evaluasi
proses diharapkan dapat membantu pimpinan proyek atau guru untuk keputusan yang
berkenaan dengan kelanjutan, akhir maupun modifikasi program.
3. Evaluasi
Model Brinkerhoff
Brinkerhoff
dan Cs (1983) mengemukakan tiga golongan evaluasi yang disusun berdasar
penggabungan elemen-elemen dalam komposisi dan versi sebagai berikut :
1). Fixed vs
Emergent Evaluation Design
Desain
evaluasi yang tetap (fixed)
ditentukan dan direncanakan secara sistematik sebelum implementasi dikerjakan.
Desain dikembangkan berdasarkan tujuan program disertai seperangkat pertanyaan
yang akan dijawab dengan informasi yang akan diperoleh dari sumber-sumber
tertentu. Rencana analisis dibuat sebelumnya dimana si pemakai akan menerima
informasi seperti yang telah ditentukan dalam tujuan. Walaupun desain fixed ini lebih terstruktur dari pada
desain emergent, desain fixed juga
dapat disesuaikan dengan kebutuhan yang mungkin berubah. Kebanyakan evaluasi
formal yang dibuat secara individu dibuat berdasarkan desain fixed, karena
tujuan program telah ditentukan dengan jelas sebelumnya, dibiayai dan melalui
usulan atau proposal evaluasi.
2). Formative vs
Sumatife Evaluation
Evaluasi
forrmatif digunakan untuk memperoleh informasi yang dapat membantu memperbaiki
program. Evaluasi formatif dilaksanakan pada saat implementasi program sedang
berjalan. Focus evaluasi berkisar pada kebutuhan yang dirumuskan oleh karyawan
atau orang-orang program. Evaluator sering merupakan bagian dari pada program
dan kerja sama dengan orang-orang program. Strategi pengumpulan informasi
mungkin juga dipakai, tetapi penekanan pada usaha memberikan informasi yang berguna secepatnya
bagi perbaikan program.
3). Experimental
and Quasi Experimental Design vs Naural/ Unotrusive
Beberapa evaluasi memakai
metodologi penelitian klasik. Dalam hal seperti ini subjek penelitian diacak,
perlakuan diberikan dan pengukuran dampak dilakukan. Tujuan dari penelitian
untuk menilai manfaat suatu program yang dicobakan. Apabila siswa atau program
dipilih secara acak, maka generalisasi dibuat pada populasi yang agak lebih
luas dalam beberapa hal intervensi tidak mungkin dilakukan atau tidak
dikehendaki, apabila proses sudah diperbaiki, evaluator harus melihat
dokumen-dokumen, seperti mempelajari nilai tes atau menganalisis penelitian
yang dilakukan dan sebagainya. Strategi
pengumpulan data terutama menggunakan instrument formal seperti tes,
survey, kuesioner serta memakai metode penelitian yang standar.[6]
4.
Evaluasi Model Profus (Discrepancy Model)
Kata discrepancy adalah istilah Bahasa inggris, yang diterjemahkan ke
dalam Bahasa Indonesia menjadi “kesenjangan”. Model ini yang dikembangkan oleh
Malcolm Provus ini merupakan model evaluasi yang berangkat dari asumsi bahwa
untuk mengetahui kelayakan suatu program, evaluator dapat membandingkan antara
apa yang seharusnya dan diharapkan terjadi (standard)
dengan apa yang sebenarnya terjadi (performance)
sehingga dapat diketahui ada tidaknya kesenjangan (discrepancy) antara keduanya yaitu standar yang ditetapkan dengan
kinerja sesungguhnya (Madaus,1993:79-99; Kauman,1980:127-128). Model evaluasi
Provus yang bertujuan untuk menganalisis suatu program sehingga dapat
ditentukan apakah suatu pogram layak diteruskan, ditingkatkan atau sebaiknya
dihentikan mementingkan terdefinisikannya standard,
performance, dan discrepancy
secara rinci dan terukur. Evaluasi program yang dilaksanakan oleh evaluator
mengukur besarnya kesenjangan yang ada di setiap komponen program. Dengan terjabarkannya
kesenjangan di setiap komponen program maka langkah-langkah perbaikan dapat
dilakukan.[7]
5.
Evaluasi Model Stake (Countenance Model)
Stake menekankan adanya dua dasar
kegiatan dalam evaluasi, yaitu description
dan jugement dan membedakan adanya tiga
tahap dalam program pendidikan, yaitu antecedent
(context), transaction (process) dan outcomes.
Stake mengatakan bahwa apabila kita menilai suatu program pendidikan, kita
melakukan perbandingan yang relative antara program dengan program lain, atau
perbandingan yang absolute yaitu membandingkan suatu program dengan standar
tertentu.
Penekanan
yang umum atau hal yang penting dalam model ini adalah bahwa evaluator yang
membuat penilaian tentang program yang di evaluasi. Stake mengatakan bahwa description di satu pihak berbeda dengan
judgement di lain pihak. Dalam model ini antecendent
(masukan) transaction (proses)
dan outcomes (hasil) data
dibandingkan tidak hanya untuk menentukan apakah ada perbedaan antara tujuan
dengan keadaan yang sebenarnya, tetapi juga dibandingkan dengan standar yang
absolute untuk menilai manfaat program.
6.
Model Beebe
Beebe
menyajikan model evaluasi atas pelatihan yang dilakukan dalam suatu program
dengan menggunakan model roda. Model evaluasi ini berbentuk roda karena
menggambarkan usaha evaluasi yang berkaitan dan berkelanjutan dan satu proses
ke proses selanjutnya. Model ini digunakan untuk mengetahui apakah pelatihan
yang dilakukan telah berhasil, untuk itu diperlukan suatu alat untuk
mengevaluasinya.
Secara singkat, model
wheel ini mempunyai tiga tahap utama. Model tiga tahap yang berbentuk roda
contohnya adalah model evaluasi berkesinambungan : 1) pembentukan tujuan
pembelajaran 2) pengukuran outcome pembelajaran, dan 3) penginterpretasian
hasil pengukuran dan penilaian.
IV.
KESIMPULAN
Model evaluasi
merupakan desain atau rancangan evaluasi yang dikembangkan ahli evaluasi
ataupun evaluator dalam melaksanakan suatu program
Model-model Evaluasi
Program
1. Evaluasi
Model Kickpatrick
a. Evaluasi
Reaksi
Evaluasi
terhadap reaksi peserta training berarti mengukur kepuasan peserta.
b. Learning
Evaluation
c. Behavior
Evaluation
e.
Result Evaluation
2. Model
Evaluasi Stufflebeam
Stufflebeam membagi
evaluasi ini menjadi empat:
a. Contect
evaluation.
b. Input
evaluation
c.
Process evaluation
d.
Product Evaluation
3.
Evaluasi Model Brinkerhoff
Brinkerhoff dan Cs
(1983) mengemukakan tiga golongan evaluasi yang disusun berdasar penggabungan
elemen-elemen dalam komposisi dan versi sebagai berikut :
a.
Fixed vs Emergent Evaluation Design
b. Formative vs Sumatife Evaluation
c.
Experimental
and Quasi Experimental Design vs Naural/ Unotrusive
4.
Evaluasi Model Profus (Discrepancy Model)
Model evaluasi Provus yang bertujuan untuk
menganalisis suatu program sehingga dapat ditentukan apakah suatu pogram layak
diteruskan, ditingkatkan atau sebaiknya dihentikan mementingkan
terdefinisikannya standard, performance, dan
discrepancy secara rinci dan terukur.
5.
Evaluasi Model Stake (Countenance Model)
Stake menekankan adanya dua dasar kegiatan dalam
evaluasi, yaitu description dan jugement dan membedakan adanya tiga
tahap dalam program pendidikan, yaitu antecedent
(context), transaction (process) dan outcomes.
6. Model
Beebe
Beebe menyajikan model
evaluasi atas pelatihan yang dilakukan dalam suatu program dengan menggunakan
model roda.
V.
PENUTUP
Demikianlah
makalah ini kami buat, tentunya dalam makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu, kritik dan saran kami harapkan dari para pembaca, guna memotivasi
kami untuk menjadi lebih baik dalam pembuatan makalah selanjutnya. Semoga
makalah ini memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada
umumnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah
Shodiq. Evaluasi Pembelajaran. Semarang : PUSTAKA RIZKI PUTRA. 2012
Arikunto
Suharsimi. Evaluasi Program Pendidikan.
Jakarta : PT Bumi Aksara. 2008
Tayibnapis Farida Yusuf. Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi. Jakarta : PT RINEKA CIPTA.
2008
Widyoko
Eko Putro. Evaluasi Program Pembelajaran.
Yogyakarta : PUSTAKA PELAJAR. 2011
[1] Suharsimi Arikunto, Evaluasi Program Pendidikan, (Jakarta : PT
Bumi Aksara, 2008) hlm. 1-5.
[2] Shodiq Abdullah, Evaluasi Pembelajaran, (Semarang :
PUSTAKA RIZKI PUTRA, 2012), hlm. 153
[3] Eko Putro Widyoko, Evaluasi Program Pembelajaran,
(Yogyakarta : PUSTAKA PELAJAR, 2011), hlm. 173-174
[4] Shodiq Abdullah, Evaluasi Pembelajaran, (Semarang :
PUSTAKA RIZKI PUTRA, 2012), hlm.156-158
[5] Farida Yusuf Tayibnapis, Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi,
(Jakarta : PT RINEKA CIPTA, 2008) hlm. 14
[6] Shidiq Abdullah, Evaluasi Pembelajaran, (Semarang: Pustaka
Rizki Putra, 2012) hal. 165-166
[7] Shidiq Abdullah, Evaluasi Pembelajaran, (Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 2012) hal. 164
terima kasih share ilmunya mbak
BalasHapusSamasama semoga bermanfaat... :)
BalasHapus