LAPORAN
KULIAH KERJA LAPANGAN (KKL)
PONDOK PESANTREN AGRIBISNIS PACIRAN LAMONGAN
DAN
KANTOR MAJELIS ULAMA INDONESIA BADUNG BALI
Disusun Oleh:
Romdonah : 1403036073
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2016
KATA PENGANTAR
Segala
puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala
rahmat dan ridha-Nya yang telah diberikan, sehingga kegiatan Kuliah Kerja
Lapangan ini hingga menyusun laporan Kuliah Kerja Lapangan dapat diselesaikan
dengan baik dan tepat waktu yang telah ditentukan.
Penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang turut membantu dan selalu memotivasi serta memberi
semangat pada penulis untuk menyelesaikan laporan ini. Melalui pengantar ini
penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini tidak akan berhasil tanpa
adanya bantuan dari semua pihak yang telah bersedia membantu dalam pelaksanaan
kegiatan KKL ini. Atas dukungan dan motivasi yang diberikan baik secara
spiritual maupun moral. Sehubungan dengan itu penulis menyampaikan terima kasih
kepada :
1. Dr.
Fahrurrozi, M.Ag. selaku ketua Jurusan Manajemen Pendidikan Islam UIN Walisongo
Semarang.
2. Drs.
Fatkhuroji, M. Pd. Selaku sekretaris Jurusan Manajemen Pendidikan Islam UIN
Walisongo Semarang.
3. Drs. H.
Saifudin Zuhri, M. Ag. Selaku Dewan Pembimbing Lapangan
4. Para
dosen Jurusan Manajemen Pendidkan Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Walisongo Semarang yang telah membimbing dan mendampingi selama
masa KKL.
5. Orang tua
serta keluarga yang senantiasa memberikan doa dan dukungannya kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan laporan KKL ini.
6. Teman-teman Jurusan
Manajemen Pendidikan Islam yang telah berbagi suka dan duka selama perjalanan.
7. Semua pihak
yang telah memberikan dukungan, bantuan dan kemudahan dan semangaat dalam
proses penyelesaian laporan KKl ini.
Semoga Laporan Kuliah Kerja Lapangan
(KKL) ini memberi manfaat bagi Masyarakat pada umumnya dan pembaca pada
khususnya.
Semarang,
1 Oktober 2016
Romdonah
DAFTAR ISI
Cover
Kata
Pengantar.......................................................................................................................1
Daftar
Isi.................................................................................................................................2
BAB
I PENDAHULUAN.......................................................................................................3
A. Latar Belakang..............................................................................................................3
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................3
C. Tujuan dan Manfaat......................................................................................................3
BAB
II KERANGKA TEORI.................................................................................................5
A. Manajemen Strategis....................................................................................................5
B. Pendidikan Kewirausahaan / Agribisnis.......................................................................7
C. Manajemen Perkantoran...............................................................................................8
BAB
III METODE PENELITIAN.........................................................................................10
A. Jenis Penelitian.............................................................................................................10
B. Waktu dan Tempat Penelitian.......................................................................................11
C. Teknik Pengumpulan Data............................................................................................11
D. Teknik Analisis Data...................................................................................................10
BAB
IV LAPORAN KEGIATAN DAN PEMBAHASAN..................................................11
A. Laporan Kegiatan........................................................................................................12
B. Pembahasan.................................................................................................................13
BAB
V KESIMPULAN........................................................................................................32
DAFTAR
PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pemberian kuliah
bagi para mahasiswa tidak hanya dalam bentuk materi semata dan dalam lingkup kampus,
tetapi juga perlu adanya kegiatan yang mengajak para mahasiswa terjun langsung
dalam segala bidang yang sesuai dengan disiplin studi yang tengah ditempuh.
Selain sebagai upaya peningkatan kompetensi mahasiswa, kegiatan tersebut juga
sebagai kegiatan untuk merefresh
fikiran, sehingga mahasiswa tidak merasa tertekan dalam mengikuti kegiatan
perkuliahan. Kegiatan tersebut sering disebut dengan istilah Kuliah Kerja
Lapangan (KKL).
Kuliah kerja
lapangan (KKL) Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang,
merupakan
agenda rutinan yang di ikuti oleh seluruh mahasiswa jurusan Manajemen
Pendidikan Islam setiap
semester V (lima)
dan mahasiswa yang belum mengikuti kegitan KKL.
Tujuan Lamongan
– Bali dipilih oleh program studi Manajemen Pendidikan Islam dengan pertimbangan
karena di kedua tempat tersebut banyak objek sasaran yang sekiranya memang
cocok dengan program studi maupun keahlian khusus. Sesuai dengan mata kuliah
Manajemen Strategis, Manajemen Perkantoran, dan Manajemen
Kewirausahaan/Agribisnis.
Kegiatan diadakannya
Kuliah Kerja Lapangan (KKL) memiliki tujuan
untuk memberikan pengalaman langsung pada mahasiswa mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan jurusan atau program studi.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Bagaimana strategi pengembangan pendidikan agribisnis di Pondok Pesantren Sunan Drajat
Paciran Lamongan?
2.
Bagaimana strategi pengelolaan lembaga Majelis Ulama Indonesia di Bali?
C.
TUJUAN
DAN MANFAAT
Kuliah Kerja
Lapangan ini bertujuan memberi bekal keterampilam dan pengetahuan bagi para mahasiswa, berkenaan
dengan konsep dan teori yang ada dilapangan
sebelum terjun langsung dalam dunia kerja yang sebenarnya, sehingga dapat
meningkatkan potensi para mahasiswanya untuk mampu
bersaing dalam dunia kerja. Adapun tujuan yang hendak dicapai dari pelaksanaan
KKL ini, antara lain:
1. Mengembangkan
wawasan dan pengetahuan secara langsung tentang dunia kerja yang sebenarnya.
2. Mengembangkan
teori dan kemampuan yang telah didapat penulis selama perkuliahan.
3.
Menambah pengetahuan penulis tentang strategi pengembangan pendidikan agribisnis di
Pondok Pesantren Sunan Drajat Paciran Lamongan dan strategi pengelolaan lembaga Majelis Ulama
Indonesia di Bali.
4.
Mengembangkan dan membentuk karakter mahasiswa yang
mengedepankan aspek kebersamaan dalam bersosialisasi.
Adapun manfaat yang hendak dicapai dalam pelaksanaan
KKL ini, antara lain:
1. Memperdalam
ilmu pengetahuan penulis tentang bidang pengetahuan yang dalam hal ini
adalah pengetahuan mengenai strategi
pengembangan pendidikan agribisnis di
Pondok Pesantren Sunan Drajat Paciran Lamongan dan strategi pengelolaan lembaga Majelis Ulama
Indonesia di Bali.
2. Mempunyai
pengalaman dan keterampilan yang baik yang didapatnya saat melaksanakan KKL.
3. Menjalin
hubungan kerjasama yang baik antara UIN Walisongo Semarang khususnya Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dengan Pondok Pesantren Sunan Drajat Paciran
Lamongan dan Kantor Majelis Ulama Indonesia Bali.
4. Dengan
melaksanakan kuliah kerja lapangan, diharapkan dapat menghasilkan lulusan universitas
yang berkualitas dan professional.
BAB
II
KERANGKA
TEORI
A.
Manajemen
Strategis
Manajemen
strategis adalah seni atau keterampilan, teknik, dan ilmu dalam merumuskan,
mengimplementasikan, dan mengevaluasi serta mengawasi berbagai
keputusan-keputusan fungsional sebuah organisasi yang selalu terpengaruhi oleh
lingkungan internal dan eksternal dengan kondisi yang selalu berubah sehingga
bisa memberi kemampuan pada organisasi dalam pencapaian sasaran atau tujuan
yang sudah ditetapkan.
Manajemen
strategis berfokus pada proses penetapan tujuan organisasi, pengembangan
kebijakan dan perencanaan untuk mencapai sasaran, serta mengalokasikan sumber
daya untuk menerapkan kebijakan dan merencanakan pencapaian tujuan organisasi.
Manajemen strategis mengkombinasikan aktivitas-aktivitas dari berbagai bagian
fungsional suatu bisnis untuk mencapai tujuan organisasi.
Manajemen
strategis berbicara tentang sebuah gambaran besar. Inti dari manajemen
strategis adalah mengidentifikasi tujuan organisasi, sumber dayanya, dan
bagaimana sumber daya yang ada tersebut dapat digunakan secara efektif untuk
memenuhi tujuan strategis yang telah ditetapkan. Manajemen strategis disaat ini
harus memberikan fondasi dasar atau pedoman untuk pengambilan keputusan dalam
organisasi. Ini adalah proses yang berkesinambungan dan terus-menerus. Rencana
strategis organisasi merupakan dokumen hidup yang selalu dikunjungi dan kembali
dikunjungi. Bahkan mungkin sampai perlu dianggap sebagaimana suatu cairan
karena sifatnya yang terus harus dimodifikasi. Seiring dengan adanya informasi
baru telah tersedia, dia harus digunakan untuk membuat penyesuaian dan revisi.
Dengan demikian, kebijakan bisnis lebih menekankan pada perumusan
arahan umum yang dapat digunakan untuk pencapaian misi dan tujuan perusahaan
dengan lebih baik. Manajemen strategis sebagai suatu bidang ilmu menggabungkan kebijakan
bisnis dengan lingkungan dan tekanan strategis.[1]
Proses
dalam manajemen strategi meliputi beberapa tahapan, yaitu: Pengamatan
Lingkungan, Perumusan Strategi, Implementasi Strategi, Evaluasi Strategi.
1.
Perumusan strategi Perumusan manajemen strategi organisasi bisa meliputi
pengembangan misi usaha, mengidentifikasikan sebuah peluang dan ancaman dari
eksternal, mengukur serta menetapkan kelemahan maupun kekuatan internal
perusahaan, menetapkan sasaran jangka panjang, menimbang alternatif lain, dan
memilih strategi khusus yang akan diterapkan pada kasus kasus tertentu. Cakupan
perumusan strategi meliputi obyek baru yang akan dikerjakan, obyek usaha yang
akan ditingggalkan, mengalokasikan sumber daya baik itu finansial ataupun non
finansial, memutuskan apakah dibutuhkan sebuah pengembangan aktivitas ataukah
diversifikasi produk, memutuskan pasar domestik atau internasional. Karena
tidak ada organisasi yang memiliki sumber daya yang tak terbatas, maka sebuah
strategi harus berani untuk memutuskan suatu strategi alternatif yang bisa
memberikan dampak yang positif yang terbaik supaya memberi keuntungan yang
maksimal bagi organisasi. Sebuah strategi harusnya memberi keunggulan
komparatif dan pada akhirnya bisa memberikan keunggulan yang kompetitif dalam
jangka panjang, hal itu haruslah menjadi penting bagi manajemen strategi.
2.
Implementasi strategi
Sering
disebut juga tahapan dari aktivitas manajemen strategi. Dalam tahap
mengimplementasikan strategi ini perusahaan menetapkan tujuan atau sasaran
perusahaan tahunan, menyusun kebijakan, memotivasi para karyawan dan
mengalokasikan sumber daya agar strategi yang telah disusun bisa dijalankan.
Implementasi strategi ini meliputi budaya yang mendukung pengembangan perusahaan,
menyiapkan anggaran, memanfaatkan system informasi, memotivasi sumber daya
manusia supaya mau menjalankan dan bekerja sebaik mungkin. Implementasi
strategi membutuhkan disiplin dan kinerja yang tinggi serta imbalan jasa yang
mencukupi.
3.
Evaluasi strategi
Evaluasi
atau Pengawasan strategi adalah tahap akhir didalam proses manajemen strategi.
seluruh strategi adalah subyek moditifikasi di masa mendatang, sebab berbagai
faktor baik eksternal maupun internal akan terus mengalami sebuah perubahan.
Evaluasi Strategi meliputi beberapa hal: a. Mereview faktor faktor ekternal dan
internal yang merupakan dasar bagi setiap strategi yang sedang dijalankan b.
Mengukur kinerja yang sudah dijalankan c. Mengambil sebuah tindakan perbaikan
apabila terjadi ketidak sesuaian Evaluasi strategi ini sangat dibutuhkan bagi
organisasi karena suatu kesuksesan usaha yang diraih saat ini bukan menjadi
keberhasilan dimasa mendatang. Bahkan sering kali kesuksesan usaha pada masa
sekarang bisa memunculkan persoalan yang baru dan berbeda. Demikian juga bila
mengalami kegagalan, maka persoalan yang baru muncul dan harus dihadapi supaya
bisa menghidupkan kembali aktivitas bisnis yang telah gagal.
B. Pendidikan Agribisnis
Agribisnis
(Sosial Ekonomi Pertanian), kata Agribisnis merupakan kata serapan dari bahasa
inggris yaitu Agribusiness. Dimana Agriculture adalah pertanian dan business
adalah bisnis. Dari sini sudah bisa kita ketahui secara sederhana bahwa
agribisnis itu adalah bisnis hasil pertanian. Secara lebih komplek Agribisnis
adalah bisnis atau manajemen yang sorotan utama atau basis usahanya dibidang
pertanian dan seluruh hal yang mendukung nya, baik disektor hulu sampai hilir
yang mengacu pada proses input, proses pengolahan dan output.
Pendidikan
Kewirausahaan adalah usaha terencana dan aplikatif untuk meningkatkan
pengetahuan, intensi/niat dan kompetensi peserta didik untuk mengembangkan
potensi dirinya dengan diwujudkan dalam prilaku kreatif, inovatif dan berani
mengelola resiko. Pendidikan kewirausahaan merupakan kajian internasional
terkini dan terus di teliti dan di kembangkan secara dinamis diseluruh belahan
dunia. Pendidikan kewirausahan di lakukan mulai dari Universitas, Sekolah
Menengah, hingga Sekolah dasar. Maraknya pendidikan kewirausahaan di seluruh
dunia ini tidak lain karena semakin meningkatnya kesadaran akan pentingnya
karakter kewirausahaan pada generasi muda (kreatif, inovatif dan berani
mengelola resiko) dan pentingnnya kedudukan seorang entrepreneur pada suatu
motor pergerakan perekonomian suatu negara.
Adapun Entrepreneurship atau kewirausahaan, menurut Kuratko
dan Hodgetts sebagaimana dikutip oleh Manurung dalam bukunya Muh Yunus,
mengatakan bahwa entrepreneur (wirausahawan), berasal dari bahasa
Perancis entreprende yang berarti mengambil pekerjaan (to undertake). Konsep mengenai Entrepreneur adalah: The Entrepreneur is
one who undertakes to organize, manage, and assume the risk of business. [2]
Ciri-ciri
wirausaha yang berhasil:
1.
Memiliki visi
dan misi yang jelas. Hal ini berfungsi untuk menebak kemana langkah dan arah
yang dituju.
2.
Inisiatif dan
selalu proaktif. Ini merupakan ciri mendasar dimaana pengusaha tidak hanya
menunggu sesuatu terjadi.
3.
Berorientasi
pada prestasi. Selalu mengejar prestasi yang lebih daripada prestasi
sebelumnya.
4.
Berani mengambil
resiko. Hal ini merupakan sifat yang harus dimiliki seorang pengusaha kapanpun
dan dimanapun.
5.
Kerja keras. Jam
kerja pengusaha tidak terbatas pada waktu, dimana ada peluang disitu dia
datang.
6.
Bertanggungjawab
terhadap segala aktivitas yang dijalankan.
7.
Komitmen pada
berbagai pihak merupakan ciri yang harus dipegang teguh dan harus didapati.
8.
Mengembangkan
dan memelihara hubungan baik dengan berbagai pihak, baik yang berhubungan
langsung maupun tidak.[3]
C.
Manajemen Perkantoran
Manajemen
perkantoran ad
alah
suatu kegiatan pengelolaan data dan informasi yang dilakukan secara teratur,
sistematik dan terus menerus, mengikuti kegiatan organisasi dengan tujuan
mencapai keberhasilan tugas organisasi yang bersangkutan. Pekerjaan kantor atau
tata usaha, sering disebut dengan istilah office work atau clericalwork. Yang
harus diadakan penataan agar pekerjaan tersebut berjalan dengan baik. Penataan
atau pengelolaan terhadap pekerjaan kantor itu disebut manajemen perkantoran.
Pengertian kantor dalam arti proses, ini yang biasa disebut dalam
arti dinamis, dan kantor yang biasa disebut sebagai sarana atau pengertian
kantor secara fungsional. Apapun makna kantor, sasaran utama dari kegiatan
perkantoran adalah penggunaan data dan informasi.[4]
Manajemen perkantoran dapat dikatakan sebagai
kekuatan yang tidak terlihat (tidak terwujud) yang merencanakan, mengorganisasi
dan mengkoordinasikan manusia, uang, metode, material, mesin-mesin, dan pasar
dalam pekerjaan kantor serta mengarahkan dan megawasinya sesuai dengan tujuan
pembinaan, serta tujuan organisasi tercapai. Aktivitas manajemen kantor sangat
luas dan antara berbagai bentuk badan usaha tidak sama. Hal ini dipengaruhi
oleh luasnya tujuan dari masing-masing badan usaha. Semakin luas tujuan yang
akan dicapai, semakin luas pula aktivitas manajemen perkantorannya, disamping
dipengaruhi oleh faktor luasnya tujuan yang hendak dicapai.
Aktivitas
manajemen kantor juga dipengaruhi oleh belu adanya suatu keseragaman dan
kesepakatan antara para ahli, tentang aktivitas apa saja yang harus menjadi
fungsi seorang manajer kantor.
Aktivitas
pekerjaan kantor pada umumnya terdiri dari aktivitas- aktivitas yang
berhubungan dengan:
a.
Perencanaan perkantoran (Office Planning)
b.
Pengorganisasian perkantoran (Office Organizing)
c.
Pengawasan perkantoran (Office Controling).
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
JENIS
PENELITIAN
Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif yaitu suatu jenis
penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik
atau berupa hitungan lainnya. Dengan kata lain penelitian kualitatif adalah
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain,
secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa
pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode
alamiah.[5]
B.
WAKTU
DAN TEMPAT PENELITIAN
Kegiatan
Kuliah Kerja Lapangan yang pertama diselenggarakan pada:
Hari :
Jum’at
Tanggal :
16 September 2016
Pukul :
13.30 WIB – 16.00
Tempat : Pondok
Pesantren Sunan Drajat Paciran Lamongan
Dan Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan yang
kedua diselenggarakan pada:
Hari : Senin
Tanggal : 19 September 2016
Pukul : 08.30 – 11.30
Tempat : Kantor MUI Bali
Jumlah
peserta rombongan ± 104 orang, terdiri dari 98 orang mahasiswa dan 6 orang
dosen dan pegawai pendamping lapangan FITK UIN Walisongo Semarang Jurusan
Manajemen Pendidikan Islam (MPI)
C.
TEKNIK
PENGUMPULAN DATA
a. Penyampaian
orasi ilmiah tentang kepemimpinan dan strategi pengembangan mutu pondok
pesantren berbasis agribisnis dan peran lembaga MUI, yang dilanjutkan dengan
dialog interaktif.
b.
Observasi
Metode ini
dilakukan dengan cara pengamatan secara langsung ke Pondok Pesantren Sunan
Drajat Paciran Lamongan dan Kantor Majelis Ulama Indonesia Bali.
c.
Wawancara atau Interview
Dalam metode
ini dilakukan tanya jawab antara peserta Kuliah Kerja Lapangan (KKL) dengan
pihak Pondok Pesantren Sunan Drajat Paciran Lamongan dan Kantor Majelis Ulama
Indonesia Bali saat pemberian materi yang disajikan oleh pembicara. 1
d.
Kepustakaan
Metode ini dilakukan dengan memperoleh sumber-sumber
data sebagai pelengkap pembuatan laporan yang berasal dari buku-buku dan
artikel-artikel mengenai objek KKL serta informasi dari internet.
D.
TEKNIK
ANALISIS DATA
Laporan ini menggunakan teknik analisis
Deskriptif tentang Manajemen Strategik, Manajemen Kewirausahaan/Agribisnis, dan
Manajemen Perkantoran di Podok Pesantren Sunan Drajat Paciran-Lamongan dan
Kantor MUI Badung-Bali.
Penulis
menguraikan hasil kunjungan yang didukung dengan kajian pustaka.
BAB IV
LAPORAN KEGIATAN DAN PEMBAHASAN
A.
LAPORAN
KEGIATAN
RENCANA PERJALANAN KKL PRODI MPI
JUMAT, 16 SEPTEMBER 2016
HARI/JAM
|
KEGIATAN
|
PENANGGUNG
JAWAB
|
Jum’at, 16
Sept 2016
|
|
|
06.00 – 11.00
|
Berangkat ke Lamongan
|
Prodi dan Biro Travel
|
11.00 – 11.45
|
Istirahat dan Makan Siang di Lamongan
|
Biro Travel
|
12.00 -13.30
|
Sholat Jum’at
|
Prodi dan Kordinator Kelas
|
13.30-16.00
|
KKL Pendidikan Agribisnis di PP Sunan
Darajat
|
Prodi
|
16.00 – 17.00
|
Temu kangen dengan prodi MPI Sunan
Drajat
|
Prodi dan HMJ
|
17.00 -
|
Melanjutkan perjalanan menuju Bali dan
makan malam
|
Biro Travel
|
|
|
|
Sabtu, 17
Sept 2016
Sd
Ahad, 18
Sept 2016
|
Tiba di Bali dilanjutan dengan
rekreasi dan Check in hotel
Lokasi Rekreasi:
1.
Tanah Lot
2.
Bedugul
3.
Pusat Kaos Joger
4.
Pantai Kuta
5.
Pantai Pandawa
6.
Pantai Tanjung Benoa
7.
Pasar Seni Sukawati
8.
Istana Tampak Siring
9.
Desa Adat Panglipuran
10.
Tari Barong
11.
Pusat Oleh-Oleh
Keterangan:
Check in hotel mulai Sabtu Sore
|
Biro Travel
|
Senin, 19
Sept 2016
|
|
|
08.30 – 11.00
|
Check out dan KKL di kantor MUI
Propinsi Bali
|
Biro Travel, Prodi
|
11.00 – 12.00
|
Perjalanan pulang menuju UIN Walisongo
Semarang
Keterangan:
Jika ada waktu masih dimungkinkan
mampir tempat rekreasi
|
Biro Travel
|
Selasa, 20
Sept 2016
|
|
|
04.30
|
Tiba di UIN Walisongo
|
|
B.
PEMBAHASAN
1.
Sejarah
Berdirinya Pondok Pesantren Sunan Drajat
Pondok
Pesantren Sunan Drajat didirikan pada tanggal 7 September 1977 di desa
Banjarwati Kecamatan Paciran
Kabupaten Lamongan oleh KH. Abdul Ghofur.
Menilik dari namanya pondok pesantren ini memang mempunyai ikatan historis,
psikologis, dan filosofis yang sangat lekat dengan nama Kanjeng Sunan Drajat,
bahkan secara geografis bangunan pondok tepat berada di atas reruntuhan pondok
pesantren peninggalan Sunan Drajat yang sempat menghilang dari percaturan dunia
Islam di Jawa selama beberapa ratus tahun.
Pondok
Pesantren Sunan Drajat adalah salah satu pondok pesantren yang memiliki nilai
historis yang amat panjang karena keberadaan pesantren ini tak lepas dari nama
yang disandangnya, yakni Sunan Drajat.
Sunan Drajat
adalah julukan dari Raden Qosim
putra kedua pasangan Raden Ali Rahmatullah
(Sunan Ampel)
dengan Nyi Ageng Manila
(Putri Adipati Tuban
Arya Teja). Dia juga memiliki nama Syarifuddin
atau Masih Ma’unat.
Perjuangan
Sunan Drajat di Banjaranyar dimulai tatkala dia diutus ayahandanya untuk
membantu perjuangan Mbah Banjar
dan Mbah Mayang Madu
guna mengembangkan syiar Islam didaerah pesisir pantai utara Kabupaten Lamongan saat ini.
Pada
tahun 1440-an ada seorang pelaut muslim asal Banjar yang mengalami musibah di
pesisir pantai utara, kapal yang ditumpanginya pecah terbentur karang dan karam
di laut. Adapun Sang Pelaut Banjar terdampar di tepian pantai Jelaq dan
ditolong oleh Mbah Mayang Madu
penguasa kampung Jelaq pada saat itu. Melihat kondisi masyarakat Jelaq yang
telah terseret sedemikian jauh dalam kesesatan, Sang Pelaut muslim itu pun
terketuk hatinya untuk menegakkan sendi-sendi agama Allah. Dia pun mulai
berdakwah dan mensyiarkan ajaran Islam kepada penduduk Jelaq dan sekitarnya. Lambat-laun
perjuangan Sang Pelaut yang kemudian hari lebih dikenal dengan Mbah Banjar,
mulai membuahkan hasil. Apa lagi bersamaan dengan itu Mbah Mayang Madu
pun turut menyatakan diri masuk Islam dan menjadi penyokong utama perjuangan Mbah Banjar.
Pada
suatu hari, Mbah Banjar
dan Mbah Mayang Madu
berkeinginan untuk mendirikan tempat pengajaran dan pendidikan agama agar syiar
Islam semakin berkembang, namun mereka menemui kendala dikarenakan masih
kurangnya tenaga edukatif yang mumpuni di bidang ilmu diniyah. Akhirnya mereka
pun sepakat untuk sowan menghadap Kanjeng Sunan Ampel
di Ampeldenta Surabaya. Gayung pun bersambut Kanjeng Sunan Ampel
memberikan restu dengan mengutus putranya Raden Qosim
untuk turut serta membantu perjuangan kedua tokoh tersebut. Akhirnya Raden Qosim
mendirikan Pondok Pesantren di suatu petak tanah yang terletak di areal Pondok
Pesantren putri Sunan Drajat saat ini.
Beliau mengatakan bahwa barang siapa yang mau
belajar mendalami ilmu agama di tempat tersebut, semoga Allah menjadikannya
manusia yang memiliki derajat luhur. Karena do’a Raden Qosim
inilah para pencari ilmu pun berbondong-bondong belajar di tempat dia dan Raden Qosim
pun mendapat gelar Sunan Drajat. Sementara itu untuk mengenang
perjuangan Mbah Banjar,
maka dusun yang sebelumnya bernama kampung Jelaq, dirubah namanya menjadi
Banjaranyar untuk mengabadikan nama Mbah Banjar
dan anyar sebagai suasana baru di bawah sinar petunjuk Islam.
Sunan Drajat
yang merupakan putra sunan ampel menjadi tokoh sentral dalam penyebaran
agama Islam yang ada di wilayah Lamongan.
Raden Qosim
atau Sunan Drajat mendirikan pondok pesantren di suatu
petak tanah, terletak di areal Pondok Pesantren Putri Sunan Drajat saat ini.
Dia pun mengatakan bahwa barang siapa yang mau belajar mendalami ilmu agama di
tempat tersebut, semoga Allah menjadikannya manusia yang memiliki derajat
luhur. Karena do’a Raden Qosim
inilah para pencari ilmu pun berbondong-bondong belajar di tempat dia dan Raden Qosim
pun mendapat gelar Sunan Drajat.
Setelah
beberapa lama dia berdakwah di Banjaranyar,
maka Raden Qosim
mengembangkan daerah dakwahnya dengan mendirikan masjid dan pondok pesantren
yang baru di kampung Sentono. Dia berjuang hingga akhir hayatnya dan dimakamkan
di belakang masjid tersebut. Kampung di mana dia mendirikan masjid dan pondok
pesantren itu akhirnya dinamakan pula sebagai Desa Drajat. Sepeninggalan Sunan Drajat,
tongkat estafet perjuangan dilanjutkan oleh anak cucu dia. Namun seiring dengan
perjalanan waktu yang cukup panjang kebesaran nama Pondok Pesantren Sunan
Drajat pun semakin pudar dan akhirnya lenyap ditelan masa. Saat itu hanyalah
tinggal sumur tua yang tertimbun tanah dan pondasi bekas langgar yang tersisa.
Kemaksiatan dan perjudian merajalela di sekitar wilayah Banjaranyar dan
sekitarnya, bahkan areal di mana Raden Qosim
mendirikan Pondok Pesantren di Banjaranyar saat itu berubah menjadi tempat
pemujaan.
Setelah
mengalami proses kemunduran, bahkan sempat menghilang dari percaturan dunia
Islam di Pulau Jawa, pada akhirnya Pondok Pesantren Sunan Drajat kembali menata
diri dan menatap masa depannya dengan rasa optimis dan tekat yang kuat. Hal ini
bermula dari upaya yang dilakukan oleh anak cucu Sunan Drajat yang bercita-cita
untuk melanjutkan perjuangan Sunan Drajat di Banjaranyar. Keadaan itu pun
berangsur-angsur pulih kembali saat di tempat yang sama didirikan Pondok
Pesantren Sunan Drajat oleh KH. Abdul Ghofur
yang masih termasuk salah seorang keturunan Sunan Drajat
pada tahun 1977 yang bertujuan untuk melanjutkan perjuangan wali songo dalam
mengagungkan syiar agama Allah di muka bumi.
Munculnya
kembali Pondok Pesantren Sunan Drajat saat ini tentu tidak terlepas dari
perjalanan panjang dan perjuangan anak cucu Sunan Drajat
itu sendiri. Sebagai institusi resmi dan legal, Pondok Pesantren Sunan Drajat
tentu memiliki persamaan dan perbedaan dengan cikal bakal berdirinya pondok
pesantren itu sendiri.
Di sisi lain di
dalam Pondok Pesantren Sunan Drajat terdapat pendidikan yang terdiri dari
pendidikan formal, non formal dan in formal. Sebagaimana kita ketahui bahwa
tidak semua pondok pesantren memiliki pendidikan yang mengajarkan tentang
pengetahuan dan keahlian/skill secara intensif terhadap santrinya. Dengan
demikian sangat penting bagi seorang akademisi untuk mempelajari kembali
ide-ide dasar yang muncul dan menyertai perkembangan Pondok Pesantren Sunan
Drajat.
2.
Visi Misi
Podok Pesantren Sunan Drajat Paciran
Lamongan
1). Visi Pondok Pesanren Sunan Drajat Paciran Lamongan
Menjadi sebuah pondok pesantren yang mampu melakukan perubahan bagi
masyarakat untuk menjadi masyarakat yang madani. Dan meneruskan cita-cita
sembilan wali. Serta membentuk insan yang berbudi luhur, berakhlakul karimah,
bertaqwa kepada Allah SWT, berpengetahuan luas dan bertanggung jawab terhadap
agama, nusa dan bangsa
2). Misi Pondok Pesanren Sunan Drajat Paciran Lamongan
a). Menjadi pondok pesantren yang
baik yang bisa menjadikan santrinya sebagai santri yang berkompetensi serta
dijadikan contoh bagi pondok pesantren lainnya.
b). Menyelenggarakan pendidikan Islam dan dibekali dengan pendidikan
formal.
c). Mengikuti Pedoman Sunan Kalijaga “Kenek Iwak’e Gak Buthek Banyune”.
d). Mengembangkan Jiwa Mandiri pada santri sebagaimana wasiat Sunan
Drajat “Wenehono” (Berilah).
e). Membentuk insan yang berbudi luhur, berakhlakul karimah, bertaqwa
kepada Allah SWT, berpengetahuan luas dan bertanggung jawab terhadap agama,
nusa dan bangsa.
3.
Konsep
Entrepreneur Pondok Pesantren Sunan Drajat
Kesadaran masyarakat Indonesia dalam hal
Entrepreneur atau wirausaha bisa dikatakan masih rendah. Minimnya kesadaran
akan wirasauha dapat dilihat dari tingginya minat masyarakat Indonesia untuk
menjadi Pegawa Negeri Sipil (PNS). Masyakat mempunyai harapan bahwa anaknya
kelak bisa menjadi PNS bukan menjadi seoang wirausahawan.
Sebagian besar anggota masyarakat memiliki persepsi
dan harapan bahwa output dari lembaga pendidikan dapat menjadi pekerja
(karyawan, administrator atau pegawai) oleh karena dalam pandangan mereka bahwa
pekerja (terutama pegawai negeri) adalah priyayi yang memiliki status sosial
cukup tinggi dan disegani oleh masyarakat. Ada dugaan bahwa mental warga
Indonesia yang sedemikian rupa diakibatkan oleh penindasan selama masa Belanda
dan Jepang yang diwariskan secara tidak sadar hingga sekarang. Dalam masyarakat
sendiri telah berkembang lama kultur feodal (priyayi) yang diwariskan oleh
penjajahan Belanda.
Mindset yang sudah mengakar begitu kuat dimasyarakat
harus diubah secara perlahan. Cara yang paling efektif adalah dengan
menggunakan lembaga pendidikan sebagai agen pengubah mindset secara masal. Jika
hal in berhasil maka beberapa dekade kedepan maka masyarakat Indonesia akan
mempunyai pola berfikir yang tidak mengandalkan menjadi PNS melainkan bisa
hidup secara mandiri dengan usaha yang dikembangkannya. Oleh karenanya program
entrepreneur atau wirausaha dipilih untuk kemudian dientegrasikan kedalam program
yang ada pada lembaga pendidikan.
Program wirausaha dipilih karena dianggap sebagai
solusi untuk memecahkan problema dalam bidang ekonomi semisal pengangguran.
Wirausaha sendiri sering dipadankan dengan kata “Entrepreneur” atau ada juga
yang menyebutnya dengan wira swasta. Kedua padanan kata tersebut kelihatannya
berbeda tetapi tidak terlalu signifikan. Secara bahasa (etimologis) wira
berarti perwira, utama, teladan, berani. Swa berarti sendiri, sedangkan sta
berarti berdiri. Jadi wiraswasta adalah keberanian berdiri diatas satu kaki.
Dengan demikian pengertian wiraswasta sebagai padanan entrepreneur adalah orang
yang berani membuka lapangan pekerjaan dengan kekuatan sendiri, yang pada
gilirannya tidak saja menguntungkan dirinya sendiri, tetapi juga menguntungkan
masyarakat, karena dapat menyerap tenaga kerja yang memerlukan pekerjaan.
Lembaga pendidikan sebagai pencetak generasi muda
yang mempunyai ketangguhan mental perlu menyiapkan anak didiknya guna
menghadapi persaingan ketika sudah lulus. Permasalahan serupa juga dialami oleh
pondok pesantren yang menjadi salah satu lembagaa pendidikan yang diminati di
Indonesia. Karena telah melekat pada pesantren sebuah streotip santri dari
pesantren hanya bisa menjadi ustadz ketika sudah lulus. Oleh karenanya pesantren
harus bersikap terbuka terhadap perubahan dan menyikapi perubahan serta
tuntutan zaman dengan arif dan bijak.
Dalam perkembangannya, pondok pesantren mulai
terbuka terhadap perubahan dan memperbaiki kekurangan yang terdapat didalamnya.
Salah satu tuntutan zaman adalah adalah persaingan dalam bidang ekonomi
sehingga pondok pesantren mengembangkan ekonomi islam dengan mewujudkan program
wirausaha. Disamping itu program ini kemudian juga melibatkan santri dalam
prosesnya sehingga disamping santri menimba ilmu agam di pesantren juga
mendapatkan keterampilan wirausaha atau entrepreneur di pesantren. Perubahan ke
arah positif sperti sangat perlu dilakukan sehingga citra pondok pesantren
menjadi semakin terangkat dan bisa bersaing denga lembaga pendidikan formal.
Banyak pondok pesantren yang mulai menerapkan dan
mengembangkan program entrepreneur dan salah satunya adalah Pondok Pesantren
Sunan Drajat Paciran Lamongan. Entrepreneur atau wirausaha telah begitu melekat
dengan pondok pesantren sunan drajat sejak berdirinya pondok ini. Hal in
dikarenakan pendiri Pondok pesantren sunan Drajat (PPSD) yakni KH. Abdul Ghofur
merupakan seorang entrepreneur atau wirausahawan bahkan jauh sebelum pondok
menjadi besar. Beliau menularkan semangat entrepreneur kepada santri-santri
beliau dengan cara menerapkan program entrepreneur terhadap santri.
Konsep entrepreneur yang diterapkan pondok pesantren
sunan drajat adalah konsep yang berasal dari sunan drajat. Konsep tersebut
diadopsi oleh KH. Adbul Ghofur yang diambil dari wasiat atau bahkan bisa
disebut falsafah hidup Sunan Drajat yaitu :
1. Memangun resep teyasing Sasomo (kita selalu
membuat senang hati orang lain)
2. Jroning suko kudu
eling Ian waspodo(di dalam suasana riang kita harus tetap ingat dan waspada)
3. Laksitaning subroto
tan nyipto marang pringgo bayaning lampah (dalam perjalanan untuk mencapai cita
– cita luhur kita tidak peduli dengan segala bentuk rintangan)
4. Meper Hardaning
Pancadriya(kita harus selalu menekan gelora nafsu-nafsu)
5. Heneng – Hening –
Henung(dalam keadaan diam kita akan memperoleh keheningan dan dalam keadaan
hening itulah kita akan mencapai cita – cita luhur).
6. Mulyo guno Panca
Waktu (suatu kebahagiaan lahir batin hanya bisa kita capai dengan Sholat lima
waktu)
7. Menehono teken
marang wong kang wuto, Menehono mangan marang wong kang luwe, Menehono busono
marang wong kang wudo, Menehono ngiyup marang wongkang kodanan (Berilah ilmu
agar orang menjadi pandai, Sejahterakanlah kehidupan masyarakat yang miskin,
Ajarilah kesusilaan pada orang yang tidak punya malu, serta beri perlindungan
orang yang menderita).
Tujuh
pilar yang diwasiatkan oleh Sunan Drajat tersebut kemudian diadopsi oleh KH.
Abdul Ghofur dalam mengembangkan Pondok Pesantren.
Sunan
Drajat dan mengembangkan usaha yang memberdayakan santri dan masyarakat
sekitar. Dalam mengembangkan pondok pesantren dan usaha yang dirintis oleh
pondok pesantren, KH. Abdul Ghofur memegang prinsip “wenehono mangan marang
wong kang luwe”. Pantang bagi beliau untuk meminta-minta, oleh karenanya beliau
berusaha untuk mengembangkan pondok pesantren tanpa meminta-minta sumbangan
pada wali santri atau ke pemerintah.
4.
Unit
Usaha Pondok Pesantren Sunan Drajat Paciran Lamongan
Adapun rincian dari
bebrapa unit usaha yang dikembangkan PPSD antara lain:
a. PT.
SDL (Sunan Drajat Lamongan)
PT.
Sunan Drajat Lamongan (SDL) berdiri pada tahun 2004 dengan nama merk produk
kemasan Kawasan Industri Sunan Drajat (KISDA) merupakan perusahaan tambang
phosfat yang beroperasi secara terintegrasi, dimulai dari kegiatan penambangan,
pengolahan, rehabilitasi lahan, hingga pemasaran. Pupuk yang diproduksi terdiri
dari pupuk alami yang berbentuk powder dan granule phosphate, Dolomite, Pupuk
Magnesium. Kapasitas produksi perbulan rata-rata 2000 - 5000 ton, 10.000 –
20.000 ton untuk Dolomite, 10.000 ton Phosphate, dengan Pangsa pasar loal/dalam
negeri adalah wilayah kab Wonosobo Jateng, Lampung, Kalimantan dan wilayah
lainnya.
b. Radio PERSADA FM 97.2 MHz
Awal
mula berdirinya radio persada FM ini diawali dari keinginan Pengasuh Pondok Pesantren
Sunan Drajat. Beliau punya pemikiran untuk mendirikan sebuah stasiun Pemancar
Radio FM yang bisa menjangkau wilayah luas, hal ini dimaksudkan untuk sarana
ibadah dan syiar agama juga untuk media informasi bagi masyarakat serta sebagai
sarana penyampaian informasi bagi pihak pemerintah.
Gagasan
yang bagus tersebut ditanggapi Dengan baik oleh pihak pemerintah, sehingga
akhirnya Pondok Pesantren diberikan bantuan berupa pemancar radio FM yang
nantinya selain sebagai sarana dakwah dan penyuluhan juga sebagai media hiburan
yang bisa diterima oleh masyarakat sekitar propinsi Jatim bagian Barat.
Radio
Persada FM terus mengikuti perkembangan zaman, dan mulai tahun 2010, radio
persada FM telah menyiarkan siarannya melalui website dan dapat didengarkan
online live streaming di website persada di www.persadafm.com
c. Pengembangan
Jus Mengkudu “Sunan”
Pengolahan
Saribuah Mengkudu adalah penanganan pasca produksi dari perkebunan Mengkudu
yang juga menjadi inti plasma dari petani mengkudu yang terdiri dari 6 kelompok
tani Se Kabupaten Lamongan. Saat ini ada dua jenis produk sari buah mengkudu
yang diproduksi oleh Pondok Pesantren Sunan Drajat yang pertama untuk konsumsi
lokal dalam negeri Dengan merk “SUNAN” dalam kemasan 540 ml dan 110 ml, yang
kedua adalah produk khusus ekspor ke Jepang dengan merk “JAWA NONI”
Dengan kemasan 540 ml.
d. Pembuatan
Air Minum Dalam Kemasan “Aidrat”
AIDRAT
(Air Minum Sunan Drajat) merupakan perusahaan air minum dalam kemasan Gelas
yang diproduksi menggunakan tehnologi Reverse Osmosis menghasilkan air murni
ditambah dengan oksigen sehingga baik untuk tubuh dan membantu proses
penyembuhan penyakit khususnya apabila digunakan dengan metode Terapi Air. Air
Minum Dalam Kemasan (AMDK) Aidrat ini didistribusikan ke daerah-daerah, antara
lain: Kabupaten Lamongan, Gresik, Bojonegoro, Tuban dan sekitarnya. Dengan
pangsa pasar adalah wali santri PPSD.
e. Peternakan Sapi & Kambing
Pondok
Pesantren saat ini mengembangkan Peternakan Sapi dan Kambing yang
diorientasikan pada penggemukan sapi dan Kambing. Peternakan ini mulai tanggal
16 Nopember 2003. Proyek ini merupakan kerjasama antara Dirjen Peternakan
Deptan, Dinas Kelautan dan Perikanan kab Lamongan dengan Pondok Pesantren Sunan
Drajat.
f. BMT
(Baitul Mal Wattamwil) Sunan Drajat
Melihat
kondisi ril masyarakat kita yang dari sisi ekonomi belum dapat hidup secara
layak dan mapan, masih sering terjerat rentenir, tidak adanya lembaga yang
dapat membantu untuk meningkatkan pendapat mereka, tidak punya posisi tawar
dengan pihak lain dan kondisi-kondisi lainnya yang serba tidak menguntungkan
bagi masyarakat kecil. Padahal dari potensi yang dimiliki oleh mereka yang
apabila dikelola oleh sistem kebersamaan, akan dapat meningkatkan ekonomi
mereka. Dengan memperhatikan permasalahan di atas, maka dirintislah BMT (Baitul
Maal wat Tamwiil) Sunan Drajat oleh pengurus PPSD, tujuan lain dari
didirikannya BMT Sunan Drajat juga untuk menampung, melayani para santri dalam
hal keuangan; pinjam meminjam, menabung, dll.
g. Sunan
Drajat Televisi (SD TV)
Sunan
Drajat Televisi (SDTV) berdiri tanggal 22 Juni 2009 dimulai dari adanya ide
untuk mendirikan media penyiaran berisi dakwah yang menghibur (dakwahtainment)
dengan cakupan luas dan pengemasan program secara menarik,sederhana, dan
universal. Fokus utamanya adalah memberikan tontonan berkualitas kepada
masyarakat melalui
melalui pengkajian acara yang sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas pemirsa.
h. Koperasi Pondok Pesantren (Koppotren)
Koperasi
yang dikembangkan di Pondok Pesantren Sunan Drajat adalah Warnet, Wartel,
Kantin, toserba dan beberapa unit usaha kecil yang kini telah berkembang
menjadi unit usaha yang mandiri. Konsumen yang dilayani selain lingkungan
Pondok Pesantren juga untuk masyarakat sekitar pondok.
5. Pendidikan Entrepreneur Pondok Pesantren
Sunan Drajat
Secara
bahasa istilah pendidikan berasal dari bahasa yunani yaitu paedagogie.
Paedagogie terdiri dari kata “PAIS” artinya anak, dan “AGAIN” diterjemahkan
pembimbing. Jadi paedagogie yaitu bimbingan yang diberikan kepada anak.
Hal
ini senada dengan Taqiyudin M. Yang menjelaskan, bahwa di lingkungan Yunani
Kuno, terdapat dua kata yang memiliki fungsi yang berbeda, yakni Paedagogi dan
Andragogi. Kata Paedagogi pada awalnya berarti “Pergaulan bersama anak-anak”.
Arti ini bermula dari cerita yang berkembang bahwa konon, di lingkungan
masyarakat Yunani Kuno terdapat seseorang atau sekelompok orang yang pekerjaan
utamanya adalah mengantar dan menjemput anak-anak sekolah.
Karena
setiap hari mereka bertemu dan bergaul dengan anak majikannya itu, sehingga
mereka makin tahu dan memahami sifat, sikap dan karakter anak yang diantar
jemputnya itu. Bahkan pergaulan mereka tidak hanya pada saat-saat antar jemput
saja, melainkan ketika mereka di rumah majikannya pun ditugasi untuk membimbing
dan mengawasi anak-anak majikannya. Hasil dari pengetahuan dan pemahaman
terhadap sikap, sifat dan karakter anak majikannya itu, lama kelamaan mereka
jadi dekat dan cenderung menjadi orang tua kedua (second parent) baik di
sekolah maupun di rumah. Sehingga mereka lebih tahu tentang kemampuan, kemauan
dan bakat ‘anaknya’ itu. Bekal inilah kemudian menjadikan tugas mereka semakin
banyak, yaitu antar jemput, mengawasi, membimbing dan membelajari apa yang
belum diketahui oleh anak majikannya. Sehingga sebutan bagi mereka yang dekat
dengan anak-anak dan mengetahui banyak tentang dunia anak dalam bahasa Yunani
kuno disebut agogos.
Dari
pendapat mengenai definisi pendidikan dari beberapa tokoh pendidikan maka dapat
disimpulkan bahwa pendidikan pada hakekatnya suatu kegiatan yang secara sadar
dan disengaja serta penuh tanggung jawab dilakukan oleh orang dewasa kepada
anak sehingga timbul interaksi dari keduanya agar anak tersebut mencapai
kedewasaan yang dicita-citakan dan berlagsung terus-menerus.
Cendikiawan
Muslim juga memberikan sumbangsih seputar pendidikan. Sehingga muncullah konsep
pendidikan islam. Pendidikan Islam secara fundamental didasarkan pada Al-qur’an
yang dengan keuniversalannya terbuka bagi setiap orang untuk mempelajari serta
mengkritisinya. Segala bentuk usaha untuk mengkaji dan menampilkan gagasan-gagasan
tentang konsep pendidikan Islam merupakan usaha positif. Hal ini karena agama
Islam yang diwahyukan kepada Rasulullah s.a.w adalah mengandung implikasi
pendidikan yang bertujuan menjadi rahmatan lil-alamin.
Setidaknya
terdapat tiga istilah yang lazim digunakan dalam pendidikan Islam, yaitu
al-Tarbiyat, al-Ta’lim dan al-Ta’dib. Menurut Ahmad Tafsir sebagaimana dikutip
oleh Prof. Dr. H. Jalaluddin kata tarbiyat mengandung arti memelihara,
membesarkan dan mendidik yang didalamnya sudah termasuk mengandung makna
mengajar atau allama.
Sedangkan
menurut Muhammad Yunus dan Qosim Bakri dalam bukunya yang berjudul Kitabut
Tarbiyat Wata’limi adalah: Pengertian pendidikan menurut istilah adalah: segala
pengaruh yang dipilih yang bertujuan untuk membantu siswa dalam rangka
meningkatkan jasmani dan rohani serta akhlak (tingkah laku) sehingga sampai
pada tujuan yang sempurna.
Sedangkan
menurut beberapa pakar, pendidikan Islam sendiri diartikan di antaranya:
Menurut Abdurrahman an-Nahlawi “Pendidikan Islam adalah pendidikan yang
mengantarkan manusia pada perilaku dan perbuatan manusia yang berpedoman pada
syari’at Allah SWT”.
Menurut
Achmadi “Pendidikan Islam adalah sebagai usaha untuk memelihara dan
mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya insani yang ada padanya menuju
manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam”.
Menurut Ahmad D.
Marimba “Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan
hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut
ukuran-ukuran Islam”.
Dari
beberapa pengertian pendidikan Islam di atas dapat kita pahami bahwa proses
kependidikan merupakan rangkaian usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup
manusia, berupa kemampuan belajar. Sehingga terjadi perubahan di dalam
kehidupan pribadinya sebagai mahluk individual dan mahluk sosial serta dalam
hubungannya.
Proses
tersebut senantiasa di landasi oleh nilai-nilai ideal Islam yang melahirkan
norma-norma syari’ah dan akhlakul karimah untuk mempersiapkan kehidupan dunia
akherat.
Sedangkan
konsep Pendidikan yang diadopsi oleh Pondok Pesantren Sunan Drajat adalah
sistem pendidikan warisan dari wali songo. Dan pastinya merupakan sistem
pendidikan yang bercorak islam. Jika menengok sejarah perkembangan islam di
Indonesia, khususnya perkembengan Islam di tanah jawa maka akan mendapatkan
fakta bahwa waali songo dalam menyebarkan agama islam menggunakan pondok
pesantren dalam mendidik muridnya dalam bidang agama, misalnya pondok ampel
denta yang dirintis oleh Sunan Ampel.
Semua
walisongo dalam penyebaran agama islam di tanah jawa meninggalkan warisan
pondok pesantren. Hanya saja pondok pesantren peninggalan wali songo sudah
tidak ada. Hanya pondok pesantren Sunan Drajat yang berdiri kembali di atas
tanah pondok yang pernah didirikan sunan Drajat
Pondok
pesantren peninggalan wali songo tinggal satu pindok pesantren. Dahulu wali
songo membuat pondok pesantren sejumlah walisongo yaitu sembilan pondok
pesantren. Dalam perkembangannya, delapan pondok pesantren rintisan walisongo
hilang tinggal cerita dalam sejarah saja. Tinggal satu pondok pesantren
peninggaan wali songo yang menjadi sumbernya madrasah ibtidaiayh, tsanawiyah,
dan aliyah, yakni Podok Pesatren Sunan Drajat.
Lebih
lanjut lagi ketika KH. Abdul Ghofur menkritisi sistem pendidikan, beliau
berpendapat sistem pendidikan itu ada dua macam. Pertama, sistem pendidikan
warisan walisongo. Kedua, sistem pendidikan warisan kolonial belanda. “Sistem
pendidikan itu ada dua macam. Sistem pendidikan warisan walisongo dan warisan
Londo/belanda”.
Pendidikan
warisan walisongo mempunyai ciri dilaksanakan di asrama atau pondok dan hari
jum’at dijadikan hari libur. Sedangkan sistem pendidikan peninggalan belanda
merupakan sisitem pendidikan yang diadopsi oleh sistem pendidikan Indonesia
sekarang dan mempunyai ciri-ciri libur pada hari minggu.
Dalam
menerapkan program entrepreneur kedalam sistem pendidikan terutama dalam
pendidikan formal, KH. Abdul Ghofur berinisiatif mendirikan sekolah yang
relevan dengan program entrepreneur. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) NU 1
Paciran, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) NU 2 Paciran dan Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) Kelautan Sunan Drajat adalah sekolah yang mempunyai program
entrepreneur yang dimasukkan kedalam kurikulum sekolah.
5. Visi
Misi Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Badung Bali
a.
Visi
:
Terciptanya
kondisi kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan yang baik sebagai
hasil penggalangan potensi dan partisipasi umat Islam melalui aktualisasi
potensi Ulama’, Zuama’, dan Cendekiawan Muslim untuk kejayaan Islam dan Umat
Islam (izzul-Islam wa al-muslimin) guna terwujudnya Islam
yang penuh rahmat (rahmatan lil-‘alamin) di tengah
kehidupan umat manusia dan masyarakat Indonesia khususnya.
b.
Misi:
1)
Menggerakkan kepemimpinan dan
kelembagaan umat secara efektif dengan menjadikan ulama sebagai panutan (qudwah
hasanah), sehingga mampu mengarahkan dan membina umat Islam dalam
menanamkan dan memupuk aqidah Islamiyah, serta menjalankan syariah Islamiyah;
2)
Melaksanakan dakwah Islam, amar
ma’ruf nahi mungkar dalam mengembangkan akhlak karimah agar terwujud masyarakat
berkualitas (khaira ummah) dalam berbagai aspek kehidupan;
3)
Mengembangkan ukhuwah Islamiyah dan
kebersamaan dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan umat Islam dalam wadah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
c. Tujuan
Menggerakan kepemimpinan dan kelembagaan Islam yang dinamis dan tertib
sehingga mampu mengarahkan dan mendorong umat Islam untuk melaksanakan aqidah
islamiyah. Kemudian menuntun umat Islam dalam menjalankan ibadah, menuntun umat
Islam dalam mengembangkan muamalat, dan menjadi panuntan dalam mengembangkan akhlakul karimah. Dan kemudian
mewujudkan masyarakat yang aman, damai, adil dan makmur yang diridhoi
oleh Allah SWT.
6.
Komisi
Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Badung Bali dan Pengurusnya
1). KOMISI TARBIYAH DAN KEMASJIDAN
Koordinator : Drs. H. Arfai Syukri
Anggota :
a. Mutholib, S.Ag.,M.A
b. Ir. Joko Suhantono
c. H. Nur Kamid, S.Ag, M.A
d. H. Nur SHodiq, S.H
e. H. Ahmad Tukiran, S.Pd.I
f. Sugimin Raharjo, M.Pd
Koordinator : Drs. H. Arfai Syukri
Anggota :
a. Mutholib, S.Ag.,M.A
b. Ir. Joko Suhantono
c. H. Nur Kamid, S.Ag, M.A
d. H. Nur SHodiq, S.H
e. H. Ahmad Tukiran, S.Pd.I
f. Sugimin Raharjo, M.Pd
2). KOMISI UKHUWAH ISLAMIYAH DAN KERUKUNAN UMAT
Kordinator : H.M. Fauzi
Anggota :
a. Hardilan, S.H
b. H. Bambang Setiono
c. H. Syaiful Romli
d. H. Syamsudin
e. Sutomo Awibowo
f. Cecep Subrata
g. H. Ocin Suhendi
Kordinator : H.M. Fauzi
Anggota :
a. Hardilan, S.H
b. H. Bambang Setiono
c. H. Syaiful Romli
d. H. Syamsudin
e. Sutomo Awibowo
f. Cecep Subrata
g. H. Ocin Suhendi
3). KOMISI DAKWAH DAN HUBUNGAN ANTAR LEMBAGA
Kordinator : H. Anam Warsito, S.Ag
Anggota :
a. H. Anwar Hariyono, S.Ag
b. Dr. H. Sudaryanto, M.Si
c. Hasan Sadzali, S.T.P
d. Samhadi, S.Ag
e. Arifin, S.E
f. Rusdi Juanda
Kordinator : H. Anam Warsito, S.Ag
Anggota :
a. H. Anwar Hariyono, S.Ag
b. Dr. H. Sudaryanto, M.Si
c. Hasan Sadzali, S.T.P
d. Samhadi, S.Ag
e. Arifin, S.E
f. Rusdi Juanda
4). KOMISI EKONOMI ISLAM DAN PARIWISATA
Kordinator : Muhammad Luthfi
Anggoata :
a. H. Nur Hidayat
b. H. Dandan Syamsudin, S.E
c. H. Adang Wahyu
d. H. Slamet Rosyidi
e. H. Bashori Alwi
f. H. Yudo Dwi Handoyo, S.T
Kordinator : Muhammad Luthfi
Anggoata :
a. H. Nur Hidayat
b. H. Dandan Syamsudin, S.E
c. H. Adang Wahyu
d. H. Slamet Rosyidi
e. H. Bashori Alwi
f. H. Yudo Dwi Handoyo, S.T
5). KOMISI FATWA DAN KADERISASI
Kordinator : M.S Suparman, S.T
Anggota :
a. Drs. H. Luthfi Haryono
b. Drs. H. Sholahudin
c. H. Taufiqurrahman
d. H. Muhammad Taufiq
e. H. Zaenal Abidin
f. Umar Siddiq
Kordinator : M.S Suparman, S.T
Anggota :
a. Drs. H. Luthfi Haryono
b. Drs. H. Sholahudin
c. H. Taufiqurrahman
d. H. Muhammad Taufiq
e. H. Zaenal Abidin
f. Umar Siddiq
6). KOMISI KELUARGA, PEREMPUAN, DAN REMAJA
Kordinator : Dra. Endang Kadarsih
Anggota :
a. Aguslinar Simamora
b. Hj. Dorojatun Hasanah
c. Hj. Ana Fathullah
d. Hj. Sri Hardiyanti
e. Adin Choiriyah, S.Pd.I
f. Nisrin
g. Nur Aini
h. Sri Maulida
Kordinator : Dra. Endang Kadarsih
Anggota :
a. Aguslinar Simamora
b. Hj. Dorojatun Hasanah
c. Hj. Ana Fathullah
d. Hj. Sri Hardiyanti
e. Adin Choiriyah, S.Pd.I
f. Nisrin
g. Nur Aini
h. Sri Maulida
7). KOMISI PENGEMBANGAN SENI DAN BUDAYA ISLAM
Kordinator : Anas, S.Ag, M.A
Anggota :
a. Masyhudi Jamal
b. M. Rezha Ariffinata
c. H. Abdur Rahman
d. H. Ali Kemas Hanafiah
e. Sulaimi, M.Pd.I
f. Mulyono
Kordinator : Anas, S.Ag, M.A
Anggota :
a. Masyhudi Jamal
b. M. Rezha Ariffinata
c. H. Abdur Rahman
d. H. Ali Kemas Hanafiah
e. Sulaimi, M.Pd.I
f. Mulyono
8). KOMISI INFORMATIKA, KOMUNIKASI DAN
DOKUMENTASI
Kordinator : Arnold Makasau Rifai
Anggota :
a. Alam Prayugo Pangesti
b. Haris Fahmi Azhar
c. Amran Qurais, S.E
d. Bambang Risnanda, S.T
e. Andi Anang Saputra, S.E
f. Hermono Moeharyanto
Kordinator : Arnold Makasau Rifai
Anggota :
a. Alam Prayugo Pangesti
b. Haris Fahmi Azhar
c. Amran Qurais, S.E
d. Bambang Risnanda, S.T
e. Andi Anang Saputra, S.E
f. Hermono Moeharyanto
7. Pengembangan
peran Majelis Ulama Indonesia Kab. Badung di Bali
1.
Penyebaran agama Islam di Bali
Datangnya
Islam bersamaan dengan masuknya orang-orang Islam asal Jawa yang ditugasi
kerajaan Majapahit sebagai pengiring Raja Gelgel (saat ini termasuk wilayah
Kabupaten Klungkung) yang ketika itu menjadi pusat kerajaan di Bali. Ada yang
mengatakan bahwa Peristiwanya terjadi pada masa Raja Dalem Ketut Ngelesir, dan
ada yang berpendapat pada masa Raja Dalem Waturenggong, putra Dalem Ketut
Ngelesir.
Menurut
Tim Peneliti Pemda Tk. I Bali (1979/1980) tentang “Sejarah Masuknya Islam di
Bali”, bahwa Islam pertama kali masuk ke Bali pada akhir abad ke-14 M di
masa pemerintahan Raja Dalem Ketut Ngelesir, raja Gelgel pertama) yang berkuasa
pada tahun 1380-1460 M. Dengan alasan bahwa Dalem Ketut Ngelesir merupakan
satu-satunya Raja Gelgel yang pernah berkunjung ke kraton Majapahit dalam
rangka mengikuti Pertemuan Agung Raja-Raja se Nusantara atas undangan Raja
Hayam Wuruk (1350 - 1389). Selesai acara, Raja Dalem Ketut Ngelesir pulang ke
kraton Gelgel dengan diantar oleh 40 orang dari Majapahit sebagai pengiring dan
menjadi abdi dalemnya, serta tidak mendirikan kerajaan sendiri. Sebagian
besar mereka bergama Islam. Peristiwa
ini dijadikan sebagai patokan masuknya Islam di Bali yang berpusat di Kerajaan
Gelgel (Klungkung). Sejak saat itu Agama Islam mulai berkembang di Bali dan
terus hingga saat ini.
2.
Cara menentukan dan mengelola Lembaga
Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika(LPPOM) di MUI Propinsi Bali
LPPOM atau Lembaga
Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika adalah salah satu lembaga dibawah
naungan Majelis Ulama Indonesia provinsi Bali, yang bertugas untuk melakukan
auditing, pengawasan dan pembinaan pada perusahaan-perusahaan yang akan maupun sudah
mendapatkan sertifikat halal
Untuk mentapkan standar kompetensi yang tinggi,
baru-baru ini pihak MUI melakukan sertifikasi untuk para auditor halal. Para
auditor halal memiliki posisi yang sangat strategis dan menentukan. Sebab para
ulama di Komisi Fatwa MUI menetapkan fatwa produk halal berdasarkan informasi
dari para auditor halal yang melakukan pemeriksaan atau audit halal ke
perusahaan.
“Para auditor halal itu merupakan saksi bagi
para ulama dalam menetapkan fatwa. Oleh karena itu para auditor harus
memberikan informasi dengan benar. Sebab kalau informasi yang diberikan keliru,
apalagi salah, niscaya fatwa yang ditetapkan oleh para ulama juga menjadi
salah. Dan hal itu dapat berdampak fatal,” tutur Direktur Lembaga Pengkajian
Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI)
Oleh karena itu, tambahnya para auditor halal
tersebut harus disertifikasi oleh MUI, guna mengetahui kapasitas, kompetensi
maupun profesionalitas mereka, dan dengan demikian dapat mengeliminasi
kemungkinan keliru atau kesalahan yang terjadi.
Halal ini juga merupakan kewajiban yang
diamanatkan di dalam Undang-undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk
Halal (JPH), seperti dilansir dari halalmui.org. Di dalam UU tersebut, Pasal
10, Ayat 1 dan 2, disebutkan, MUI mendapat mandat untuk melaksanakan: (a)
sertifikasi auditor halal; (b) penetapan kehalalan produk; dan (c) akreditasi
Lembaga Pemeriksa Halal.
Tujuan Sertifikasi
Halal adalah untuk menentramkan ummat Islam dalam mengkonsumsi produk pangan,
obat dan kosmetika, dan manfaat bagi produsen adalah terbantunya dalam merebut
pangsa pasar konsumen muslim.Proses sertifikasi halal dilakukan berdasarkan
permintaan dari pihak produsen yang sifatnya masih sukarela, belum merupakan
kewajiban.
Sertifikat halal yang diterbitkan
oleh MUI Provinsi Bali merupakan prasyarat untuk mendapatkan ijin pencantuman
label halal pada kemasan produk yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah yang
berwenang yaitu Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) beserta unit teknisnya
di daerah.Dalam menjalankan misinya, LPPOM MUI Bali didukung oleh tenaga
auditor yang mempunyai keahlian dibidang terkait.
Pada Rakerda
tahun 2016 ini, Mui Provinsi Bali memiliki Program mengembangkan catur
program ummat yang disampaikan oleh H.M. Taufik As’adi, S.Ag selaku ketua MUI
prov. Bali yang meliputi :
1. Peningkatan kualitas beragama ummat islam yang berbasis masjid;
2. Peningkatan sosial ekonomi ummat berbasis ekonomi syariah;
3. Peningkatan kualitas SDM melalui peningkatan kualitas lembaga pendidikan ummat;
4. Peningkatan kesadaran berbangsa dan bernegara.
1. Peningkatan kualitas beragama ummat islam yang berbasis masjid;
2. Peningkatan sosial ekonomi ummat berbasis ekonomi syariah;
3. Peningkatan kualitas SDM melalui peningkatan kualitas lembaga pendidikan ummat;
4. Peningkatan kesadaran berbangsa dan bernegara.
8.Program Kerja MUI Badung Bali
Program jangka panjang MUI Bali yang
dikenal dengan “Catur Program Umat” dari
2006 sampai saat ini, yang targetnya sampai tahun 2030. Program MUI tersebut sebagai berikut :
1. Meningkatkan kualitas kesadaran dan
pemahaman beragama umat berbasis
masjid.
2. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia
melalui pengembangan dan peningkatan mutu perguruan tinggi, mutu sekolah-sekolah dan
pondok pesatren atau pendidkan dari TK/RA sampai dengan
perguruan tinggi.
3. Meningkatkan kualitas
sosial ekonomi umat melalui perekonomian pro rakyat berbasis syariah. Upaya penerapan program yang ketiga ini di Bali tidaklah mudah karena kita
memerlukan suatu perjuangan dan pemahaman yang
baik kepada mayoritas masyarakat Bali yang beragama Hindu, karena banyak
yang tidak paham sehingga banyak penolakan-penolakan terhadap program-program
yang notabene hanya dari segi penyebutannya menggunakan kata syariah sehingga
menimbulkan banyak penolakan. Sebagai contoh yaitu penolakan terhadap adanya
Bank Syariah, dan penolakan untuk menjalankan ekonomi syariah karena mereka
mengira syariah itu berhubungan dengan islamisasi karena tidak adanya suatu
pemahaman. Oleh karena itu tugas dari MUI ini harus memberikan pemahaman yang
baik kepada masyarakat sehingga program ekonomi syariah ini dapat diterima oleh
masyarakat khususnya masyarakat Bali.
4. Meningkatkan kualitas umat dalam berbangsa dan bernegara untuk mencapai
martabat sehingga menjadikan masyarakat yang
berkualitas (khaira ummah) itu bisa tercapai.
BAB V
KESIMPULAN
Entrepreneur
atau wirausaha merupakan kebutuhan masyarakat serta tuntutan zaman modern. Hal
ini terbukti dengan jumlah pengangguran yang tidak sedikit yang kebanyakan
disebabkan tidak mempunyai keterampilan serta mental untuk menjadi
wirausahawan. Masyarakat negeri ini lebih tertarik untuk menjadi Pegawai Negeri
Sipil, sehingga mental yang tertanam bukan mental kemandirian.
Melihat
kondisi yang seperti itu perlu adanya langkah nyata untuk mengatasi masalah
tersebut. Program entrepreneur yang diintegralisasikan kedalam kurikulum suatu
lembaga pendidikan merupakan salah satu solusinya. Jangan dianggap bahwa
program entrepreneurship atau kewirausahaan merupakan program untuk mencetak
buruh semata. Perlu disadari bahwa program ini diterapkan untuk mendidik
kemampuan peserta dalam bidang entreprenenur atau
wirausaha.
Pondok
pesantren Sunan Drajat merupakan salah satu dari sekian banyak pondok pesantren
yang memperhatikan problem masyarakat dimasa mendatang terutama dalam masalah
ekonomi. Lembaga pendidikan islam tidak hanya mengurusi permasalahan agama saja
melainkan juga harus lebih terbuka dan fleksibel dalam melihat permasalahan
masyarakat kedepannya. Sehingga program yang diterapkan disamping berorientasi
agama juga berorientasi kepada masyarakat.
Program
entrepreneur dipilih oleh Pondok Pesantren sunan Drajat dengan harapan setelah
lulus dari pondok santri bisa hidup mandiri tanpa menggantungkan diri kepada
orang lain. Dalam mendidik kemampuan entrepreneur santri pondok pesantren
menggunakan cara learning by doing (belajar dengan melakukan). Jadi santri
diikutsertakan dalam praktik lapangan diunit-unit usaha pondok pesantren.
Pesantren
zaman dahulu tampaknya juga terdapat hal yang demikian. Maksudnya santri zaman
dahulu juga bekerja di kebun, peternakan atau sawah milik Kyai. Memang secara
sekilas kedua hal tersebut terlihat sama akan tetapi sebenarnya mempunyai
perbedaan. Santri zaman dahulu yang bekerja di ladang, peternakan atau sawah
milik kyai melakukan hal demikian karena keadaan ekonomi
yang sulit. Disamping itu juga untuk ngalap barokah.Sedangkan santri
zaman sekarang di pondok pesanren sunan Drajat yang berpartisipasi dalam usaha
milik pondok pesantren yang memang secara sengaja usaha tersebut disediakan
oleh pihak pondok pesantren. Hasilnya pondok pesantren berusaha untuk
megembangkan usaha-usaha dibidang ekonomi yang memperhatikan kualitas
pekerjanya yang mayoritas dari santri.
Penyebaran agama Islam di
Bali sejak datangnya
Islam bersamaan dengan masuknya orang-orang Islam asal Jawa yang ditugasi
kerajaan Majapahit sebagai pengiring Raja Gelgel (saat ini termasuk wilayah
Kabupaten Klungkung) yang ketika itu menjadi pusat kerajaan di Bali. Ada yang
mengatakan bahwa Peristiwanya terjadi pada masa Raja Dalem Ketut Ngelesir, dan
ada yang berpendapat pada masa Raja Dalem Waturenggong, putra Dalem Ketut
Ngelesir.
Dalem
Ketut Ngelesir merupakan satu-satunya Raja Gelgel yang pernah berkunjung ke
kraton Majapahit dalam rangka mengikuti Pertemuan Agung Raja-Raja se Nusantara
atas undangan Raja Hayam Wuruk (1350 - 1389). Selesai acara, Raja Dalem Ketut
Ngelesir pulang ke kraton Gelgel dengan diantar oleh 40 orang dari Majapahit
sebagai pengiring dan menjadi abdi dalemnya, serta tidak mendirikan kerajaan
sendiri.Sebagian besar mereka bergama
Islam. Peristiwa ini dijadikan sebagai patokan masuknya Islam di Bali yang
berpusat di Kerajaan Gelgel (Klungkung). Sejak saat itu Agama Islam mulai
berkembang di Bali dan terus hingga saat ini.
Untuk mentapkan standar
kompetensi yang tinggi, baru-baru ini pihak MUI melakukan sertifikasi untuk
para auditor halal. Para auditor halal memiliki posisi yang sangat strategis
dan menentukan. Sebab para ulama di Komisi Fatwa MUI menetapkan fatwa produk
halal berdasarkan informasi dari para auditor halal yang melakukan pemeriksaan
atau audit halal ke perusahaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Hunger David. Manajemen Strategis. Yogyakarta: ANDI. 1996
Kasmir.
Kewirausahaan. Jakarta: PT RAJA
GRAFINDO. 2007
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya. 2004
Rahmawati.
Manajemen Perkantoran. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2014
Yunus Muh. Islam dan Kewirausahaan Inovatif. Malang: UIN Malang
Press. 2008
LAMPIRAN
Pondok Pesantren Sunan Drajat PaciranLamongan
MUI Badung Bali
[1]
David Hunger, Manajemen
Strategis, ( Yogyakarta: ANDI, 1996), hlm. 4-5
[3] Kasmir, Kewirausahaan, (Jakarta: PT RAJA GRAFINDO, 2007), hlm. 27-28
[5] Moleong, Lexy
J. Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004), cet. 20., hlm 6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar