Nama :
Romdonah
NIM :
1403036073
Mata
Kuliah : Islam dan Budaya Jawa
EKSISTENSI
ISLAM DAN BUDAYA JAWA PADA KOLEKSI MUSEUM RANGGAWARSITA
Museum
Ranggawarsito merupakan aset pelayanan publik dibidang pelestarian budaya.
Pembangunan museum pertama kali dirintis oleh Proyek Rehabilitasi dan Permuseuman
Jawa Tengah pada tahun 1975 dan diresmikan Prof. Dr. Fuad Hasan pada tanggal 5
Juli 1989. Museum Ranggawarsito memiliki koleksi yang berjumlah 59.802 buah.
Museum Ranggawarsita juga memiliki banyak koleksi yang mengandung nilai-nilai
Islam dan Budaya Jawa. Hal tersebut membuktikan eksistensi Islam dalam Budaya
Jawa.
Pertama,
Jambangan adalah koleksi historika berupa benda yang mempunyai nilai sejarah
dalam kurun waktu sejak masuknya budaya barat sampai dengan sekarang. Jambangan
berasal dari Lasem Rembang yang berfungsi sebagai wadah air yang digunakan
untuk bersuci sebelum memasuki makam tokoh Islam Nyi Ageng Maloka. Beliau
adalah tokoh penting penyebar Agama Islam di Rembang. Berdasarkan type nisannya
yang terdapat di Troloyo, diperkirakan makam berasal dari abad XV Masehi.
Kedua,
Padasan adalah Tempayan tempat air wudlu yang biasanya terletak dihalaman depan
makam atau masjid kuno. Padasan ini terletak di kompleks Makam Sunan Bayat di
Klaten Jawa Tengah.
Ketiga,
Wayang merupakan kebudayaan masyarakat Jawa. Dimana wayang tersebut digunakan
oleh Walisongo dalam menyebarkan Agama Islam. Yaitu dengan menyisipkan
nilai-nilai Islam dalam pewayangan sehingga pewayangan muncul dengan corak
Islam. Seperti penyisipan makna Islam kedalam kisah pewayangan Pandhawa yang
diinterelasikan dengan Rukun Islam. Kemudian kisah Yudhistira yaitu tokoh
pertama Pandhawa yang memiliki Jimat Kalimasada. Berisi dua kalimat Syahadat
yang merupakan kunci yang paling mendasar untuk masuk Islam. Bima yaitu tokoh
yang bertubuh kekar dan besar menggambarkan kekuatan. Hal tersebut dikaitkan
dengan Rukun Islam yang kedua yaitu Shalat yang merupakan tiang penyangga
agama.
Keempat, terdapat
karya yang sangat luar biasa yaitu Alqur’an tulisan tangan dari Kota Surakarta,
Al-Qur’an yang bersampul kulit dengan hiasan bercorak Eropa dan berhuruf Arab
itu diperkirakan dibuat sekitar abad ke-19.
Kelima, yaitu
menara kudus yang merupakan perpaduan antara budaya Islam dan Hindu.
Keterpaduan yang terjadi antara Islam dan budaya Jawa ini karena metode dakwah
yang digunakan Sunan Kudus pada saat itu adalah menghormati keberagaman. Saat
Islam masuk, pengaruh kebudayaan Hindu dan Budha masih begitu melekat di
masyarakat. Akulturasi tersebut mendorong masyarakat untuk menerima Agama Islam
sebagai agama baru yang menghargai budaya. Langkah ini diambil Sunan Kudus
dalam menyebarkan ajaran Agama Islam di daerah tersebut. Sunan Kudus tidak meninggalkan corak-corak
budaya yang telah ada. Namun, menyisipkan corak Islam kedalam peninggalan agama
yang telah ada sebelumnya. Bentuk menara ini mengingatkan pada bentuk candi
corak Jawa Timur. Regol-regol serta gapura terdapat di halaman
serambi, dan di dalam masjid bercorak kesenian klasik Jawa Timur. Menara Kudus
merupakan bangunan kuno hasil akulturasi antara kebudayaan Hindu-Jawa dengan
Islam. Di bagian atas menara terdapat kentongan ataupun bedug, jika
dalam candi Hindu-Budha adalah sebagai sarana menyampaikan Informasi, sedangkan
pada menara kudus ini adalah sebagai sarana mengundang masyarakat Kudus untuk
berjamaah (adzan) atau penunjuk waktu shalat. Kemudian pada bagaian atap dibuat
dari kayu jati dengan empat tiang penyangga ini sama dengan ciri khas rumah
orang-orang Jawa-Hindu yang setelah diadopsi Islam memiliki makna Islam yaitu
Iman, Ihsan, dan Ridha.
Keenam, Masjid Agung
Demak merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia. Masjid ini memiliki
nilai historis yang sangat penting bagi perkembangan Islam, tepatnya pada masa
Kesultanan Demak Bintoro. Banyak masyarakat mempercayai masjid ini sebagai
tempat berkumpulnya para wali penyebar Agama Islam. Para wali sering berdiskusi
tentang penyebaran Agama Islam, dan mengajar ilmu-ilmu Islam kepada penduduk
sekitar. Oleh karenanya, masjid ini bisa dianggap sebagai monumen hidup
penyebaran Islam di Jawa dan bukti kemegahan Kesultanan Demak Bintoro. Masjid
Agung Demak mempunyai bangunan-bangunan induk dan serambi. Bangunan induk
memiliki empat tiang utama yang disebut saka guru. Salah satu dari tiang
utama tersebut berasal dari serpihan-serpihan kayu, sehingga dinamai saka
tatal. Bangunan serambi merupakan bangunan terbuka, atapnya berbentuk limas
yang ditopang delapan tiang yang disebut Saka Majapahit. Atap bangunan
masjid Demak terdiri dari tiga bagian yang menggambarkan: (1) Iman, (2) Islam,
dan (3) Ihsan. Juga melambangkan tiga tingkatan dalam tasawuf yang dari bawah ke
atas melambangkan Syariat, Tarikat, dan Makrifat. Pada waktu dibangun atap
masjid Demak terbuat dari welit, kemudian tahun 1710 Paku Buana I
memerintahkan untuk mengganti welit dengan sirap dari kayu. Dalam tradisi Jawa
atap sirap hanya boleh digunakan pada atap-atap rumah pada bangsawan. Sirap
terbuat dari kayu jati tua yang lurus.